The Kite Runner (terj.)
Khaled Hosseini
Penerbit Qanita (Mizan Pustaka)
Edisi Baru, Cetakan I, Februari 2008
490 hal.
”Ada jalan kembali menuju kebaikan.”
Amir kembali ke kota kelahirannya, Kabul, Afghanistan, untuk menebus kesalahannya di masa lalu. Bertahun-tahun silam dia dan Baba keluar dari Kabul menuju Peshawar, Pakistan, saat Afghanistan mulai diduduki pasukan Rusia. Mereka kemudian terbang ke Amerika Serikat dan berjuang memulai hidup baru di sana. Hingga suatu saat dia menerima kabar bahwa Rahim Kahn, sahabat Baba dan juga sahabatnya, sakit keras. Amir menemuinya di Peshawar.
Rahim Kahn menceritakan padanya bahwa dia mengetahui rahasia kecil Amir. Sebuah kejadian di masa lalu yang selama ini selalu menghantui kehidupannya. Kejadian saat mereka berusia dua belas tahun. Saat itu Amir seharusnya bisa menolong Hassan, dengan menerima segala resikonya, tetapi Amir memilih pergi. Peristiwa yang terjadi setelah layang-layang Amir berhasil menjadi layang-layang terakhir yang berada di langit dalam suatu turnamen. Saat Amir merasa bahwa dia telah berhasil membuktikan kepada Baba bahwa dia layak menjadi anak Baba dan mendapatkan kasihnya. Saat Hassan berjanji membawakan layang-layang terakhir yang jatuh kepadanya. ”Untukmu. Keseribu kalinya.” Dan dia memenuhi janjinya.
Rahim Kahn juga menceritakan suatu hal tentang Babanya. Sebuah kebenaran yang tidak pernah disampaikan Baba hingga dia meninggal.
Novel yang sempat terlupakan dan nyaris tak terselesaikan sampai kemudian saia menemukan dvd filmnya. Saia bertekad menyelesaikan membaca novel ini sebelum melihat filmnya. Akhirnya dalam dua hari saya berhasil mengeksekusinya. Novel yang bercerita banyak tentang persahabatan. Tentang penghianatan. Tentang persaudaraan. Tentang kasih sayang. Tentang kehormatan. Tentang impian. Tentang penderitaan. Dibumbui dengan konflik di Afghanistan dan kehidupan orang Afghan di Amerika, novel ini berhasil menyajikan perjuangan seorang pecundang (istilah saia untuk Amir) menjadi seorang pria terhormat.
Saat membaca bagian di mana Ali memutuskan pergi dari rumah Baba dengan membawa Hassan, dada saia terasa sesak dan kedua mata saia panas. Butiran-butiran bening itu mengalir tanpa dapat ditahan. Hal yang sama terjadi saat Farid, supir yang mengantar Amir kembali ke Kabul, mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan Hassan kepadanya. ”Untukmu. Keseribu kalinya.” Juga saat Amir bersujud, suatu hal yang selama 15 tahun terakhir tidak pernah dia lakukan, ketika Sohrab, anak laki-laki Hassan, berada dalam kondisi kritis di rumah sakit karena kehilangan banyak darah.
Karena berhasil mengaduk-aduk emosi, skor 8/10 saia berikan untuk novel ini.
The Kite Runner
Director: Marc Foster
Script Writer: David Benioff
2008
”There is a way to be good again.” Diawali dengan adegan Amir dan Soraya kembali dari taman kota, mendapati novel terbaru Amir yang baru diterbitkan di depan apartemen mereka. Kemudian telepon berdering, ternyata Rahim Kahn yang menyuruh Amir pulang ke negerinya. Kemudian disajikan persahabatan Amir dan Hassan di usia awal belasan tahun.
Alur cerita film begitu runut mengikuti alur dalam novel, meski ada banyak hal yang dihilangkan dan beberapa hal yang ditambahkan sebagaimana film-film yang diadaptasi dari novel lainnya. Sayangnya saia tidak merasakan sesuatu yang saia dapat saat membaca novelnya. Saia tidak merasakan betapa tertekannya Amir akan hubungannya dengan Baba yang kurang hangat hingga hari turnamen layang-layang yang akhirnya menjadi hari kemenangannya. Memenangkan turnamen dan memenangkan hati Baba. Juga hari-hari setelah kejadian dia meninggalkan Hassan yang tidak berdaya.
Keputusan Amir untuk menyelamatkan Sohrab pun terkesan hanya untuk menebus dosa Baba, tidak ada hubungannya sama sekali dengan hari kelabu itu. Penderitaan dan perjuangan Amir hingga berhasil membawa Sohrab ke Amerika seharusnya lebih banyak di-expose untuk menunjukkan ”penebusan dosa”-nya di masa lalu.
Saia juga tidak menemukan kalimat “Untukmu. Keseribu kalinya.” Dalam film, kata-kata itu diterjemahkan (atau digantikan?) “Untukmu akan aku lakukan apapun.” Dan yang paling saia sesalkan, bagian yang paling saia suka, saat Ali pergi dari rumah Baba, ditampilkan dengan sangat datar!
Tapi saia suka dengan pemeran Amir kecil dan Hassan kecil, aktingnya lumayan lah.... Setting Kabul di antara pegunungan tandus juga keren meski kondisi setelah konflik tidak seseram yang saia bayangkan.
Overall, saia kasih skor 7/10. Itupun karena cerita dalam novelnya yang memang bagus.