Saturday, September 20, 2008

Wonder Women

“Gue pengin cepet-cepet kelar, Mel. Capek gue. Sabtu minggu gak bisa main ma anak-anak.”
“Loh, bukannya kuliahnya selasa ma sabtu doang?”
“Iya, tapi kalo minggu yang ada gue udah tepar. Gue jadi sering marah-marah ma Nadya. Kasihan dia, Mel.”



Sebagai prajurit di direktorat ini, kami diwajibkan bekerja dari pukul 07.30 s.d. 17.00 (kalau bulan Ramadhan sampai pukul 16.30). Sistem absensi dengan menggunakan sidik jari membuat sebagian di antara kami terpaksa berkejaran dengan waktu, terutama teman-teman yang tinggal di kota-kota penopang Jakarta. Mereka mesti pergi dari rumah saat matahari masih malu-malu memancarkan pesonanya dan baru sampai di rumah setelah matahari terbenam. Alhasil, komunikasi dengan anak sangat minim. Pergi di saat anak masih tidur dan kembali saat anak mulai beranjak ke tempat tidur. Hari Sabtu dan Minggu pun menjadi hari keluarga saat mereka bisa berkumpul dan bermain dengan anak.


Begitu juga yang dijalani Mbak Pit, lebih parah malah. Setiap pagi dia mesti berlari-lari mengejar kereta dari St. Kranji, Bekasi. Pulang pun demikian, mesti berebut ojek dengan roker (rombongan kereta - Pen.) lainnya. Ditambah lagi dia sedang melanjutkan studi S2-nya di Usakti. Setiap Selasa malam sepulang kerja dia langsung meluncur ke kampus. Hari Sabtu pun terpaksa dia relakan berpisah seharian dengan Nadya dan Ghozi. Tapi di sela-sela jam kerja dia selalu memantau kondisi mereka melalui hubungan telepon. Tugas kuliah yang tiada habisnya dia selesaikan sembari mencuri-curi waktu kerja. Kesibukannya akan bertambah saat musim ujian tiba. Padahal beban kerja kami pun tidak bisa dibilang santai. Saia salut dengan ibu satu ini. Dia bisa menyelesaikan tugas kantor tepat waktu dan tugas kuliah pun gak pernah terbengkalai. Tapi tetep keluarga jadi yang utama. Meski terkadang dia merasa berat menjalani itu semua, seperti dialog di awal tulisan ini. Bahkan beberapa kali dia jatuh sakit karena kecapekan. Beberapa kali dia juga terpaksa merelakan penghasilannya yang harus dipotong karena tidak hadir saat anaknya sakit.

Mbak Pit hanya satu dari sekian banyak ibu-ibu pekerja yang bisa menyandingkan keluarga, pekerjaan kantor dan kelangsungan pendidikannya secara proporsional. Saia menyebut mereka Wonder Women. Apakah suatu saat saia akan bisa seperti mereka? Entahlah.


2 comments:

missBantul said...

hemm Kids n Working Mom,, dilematis..
belum berpengalaman tapi berharap suatu saat bisa menjadi kedua-duanya..betul bgitu, sist?

melsharfey said...

betul...!