- Perjuangan mencari tiket kereta api -
Beberapa hari menjelang Ramadhan, semua media massa mengabarkan sulitnya mencari tiket kereta api untuk mudik Lebaran khususnya untuk tanggal-tanggal yang diperkirakan menjadi puncak arus mudik. Tahun lalu (2007), tiga puluh hari sebelum hari keberangkatan, saia ke Stasiun Tanah Abang pagi-pagi setelah setor sidik jari di kantor. Sempat kaget waktu lihat antrian yang mengular hingga lebih dari lima belas meter tapi terpaksa ikut ngantri juga. Padahal tahun sebelumnya (2006) tidak ada antrian mengular seperti itu. Tidak sampai sepuluh orang yang mengantri di depan loket pemesanan tiket Stasiun Tanah Abang. Mungkin karena orang-orang sudah tahu kalau tiket dapat dibeli di beberapa stasiun yang on-line. Sekitar sepuluh menit kemudian saia bertemu dengan teman kantor yang lebih dulu mengantri beberapa meter di depan. Dia bersedia membelikan tiket untuk saia dan saia langsung balik ke kantor, hehehe…
Alhamdulillah berhasil dapat tiket meski terpaksa pulang cepat dari kantor saat hari keberangkatan karena jadwal kereta jam setengah sebelas pagi.
Akhirnya, daripada kecewa karena sudah capek antri tetapi kehabisan tiket, saia menghubungi orang-orang di rumah untuk mencarikan tiket dari Stasiun Tegal. Beberapa waktu lalu saia juga pernah memesan dari sana saat musim liburan. Alhamdulillah, tetangga Om Ashari yang berdinas di Stasiun Tegal berhasil mendapatkan tiket Argo Sindoro untuk saia dan Taksaka Pagi untuk Ketty. Mungkin kongkalikong seperti ini salah satu penyebab tiket kereta ludes dalam waktu kurang dari sepuluh menit setelah loket pemesanan dibuka. Ah, peduli amat… yang penting bisa mudik dengan tenang, hehehe….
- Nasi kuning atau nasi merah? –
Idul Fitri 1429H jatuh pada 1 Oktober 2008. Ini bertepatan dengan hari lahir Adi, adik saia yang paling ganteng karena dia satu-satunya saudara laki-laki saia. Kami (baca: ibu dan saia) memutuskan untuk membuat nasi kuning di lebaran kali ini. Tapi ibu juga pingin tetep ada opor ayam yang jadi ciri khas lebaran. Akhirnya opor ayam (dengan lontong yang dibeli di pasar) dijadikan menu buku puasa di hari terakhir Ramadhan.
Sebelum subuh Idul Fitri semua lauk pelengkap nasi kuning sudah siap, tinggal nasinya yang belum di masak. Ini sih bagian ibu, saia sih gak berani masaknya. Waktu nasi mulai diaron, ibu bilang ini warnanya terlalu kuning. Gak papa lah, kata saia. Ternyata, setelah nasi matang warnanya berubah jadi merah! Mirip nasi beras merah gitu. Ibu langsung sedih gitu. Pas saia icip-icip, rasanya lezat kok… sama seperti nasi kuning yang biasa ibu bikin.
- Anak-anak “Laskar Pelangi” -
Ini bukan anak-anak dari film Laskar Pelangi yang dirilis beberapa hari sebelum lebaran. Ini adalah sebutan yang diberikan Arin untuk anak-anak di lingkungan rumah kami. Baru empat belas bulan keluarga kami tinggal di daerah ini, Gang Pelangi. Meski namanya gang, jalan di depan rumah cukup untuk lewat dua mobil, sudah diaspal hotmix pula! Hanya ada enam rumah di gang ini, sisanya masih berupa kapling tanah. Nah, dari rumah yang tidak banyak inilah terkumpul anak-anak Laskar Pelangi. Ada Lia, anak laki-laki ini baru kelas 2 SD tapi badannya gede banget. Icham, seumuran Lia dengan badan yang lebih gendut tapi lebih pendek. Kemudian ada Adi dan Atmi, kedua kakak beradik ini sempat membuat Adi (adik saia) terpana karena warna kulitnya yang terbakar matahari. Yang terakhir adalah Ozan, baru tujuh bulan tetapi jadi kesayangan anak-anak di sini karena gendut, lucu, dan bikin gemes. Personil temporer Laskar Pelangi adalah Hazza, keponakan saia yang tinggal di Purwakarta dan hanya mudik dua kali dalam setahun.
Beberapa kali Hazza dimarahi oleh ibunya (Mbak Mila) karena main-main dengan korek api. Selidik punya selidik, ternyata anak-anak Laskar Pelangi selalu “njajan” korek api di warung karena mereka dilarang main petasan. Korek api itu dinyalakan kemudian dilempar ke atas layaknya petasan. Haduhhhhh… serem amat yak mainan anak-anak ini!
- Hotel Dewadaru -
Di hari ke-3 lebaran bapak dan saia sepakat membawa ibu ke tempat ini. Sejak seminggu sebelum lebaran ibu terpapar virus influenza, batuk dan pilek. Batuk ibu semakin menjadi saat mendekati lebaran. Waktu itu saia sudah melarang ibu untuk masak macem-macem (nasi kuning dan kawan-kawan) melihat kondisi beliau yang makin turun. Mungkin yang namanya ibu, pasti pinginnya masak macem-macem saat anak-anak ngumpul semua. Akhirnya ya itu tadi, nasi kuning or nasi merah berhasil dibuat. Tapi saat lebaran tiba kondisi ibu makin drop. Kalau biasanya keluarga besar dari bapak berkumpul di rumah Mbah Jaleha sekitar jam 10an, lebaran kali ini kami tidak bisa menghadirinya. Kami baru ke rumah Mbah sore harinya, itu pun Arin tidak ikut karena menemani ibu di rumah. Esoknya kondisi ibu bukannya membaik tetapi malah makin turun karena beliau bersikeras menemani tamu-tamu yang datang. Saia meminta ibu untuk ke rumah sakit tapi beliau bilang gak apa-apa kok. Kata Arin, ibu udah mulai sesak napas, asmanya kambuh. Beliau juga kurang istirahat karena rumah yang selalu rame. Ditambah lagi nafsu makannya turun. Hari ke-3 lebaran, suhu badan ibu naik. Saia diminta membalur punggung beliau dengan minyak kayu putih yang dicampur jeruk nipis dan bawang merah. Ibu berkeras tidak mau ke rumah sakit meski akhirnya beliau menyerah waktu kami memaksa dan menyiapkan kebutuhan selama di rumah sakit. Dewadaru adalah ruangan tempat ibu dirawat. Alhamdulillah ibu diizinkan pulang kemarin sore setelah menginap di Dewadaru selama empat malam. Tetapi beliau harus bedrest selama beberapa minggu.
- Berita mengejutkan di TransCab –
Hampir jam 12 siang, sekitar 30 menit lebih lambat dari jadwal yang tercantum dalam tiket, Argo Sindoro yang saia naiki sampai juga di Stasiun Gambir. Saia langsung menuju halte di Medan Merdeka Timur untuk mencari taksi. Alhamdulillah belum satu menit saia berdiri di halte ada si orens TransCab kosong yang melintas. Ini kali kedua saia naik TransCab, taxi with tv cable. TV dinyalakan. Jempol saia berhenti menekan remote control ketika TV menampilkan saluran TVOne yang sedang mewartakan penghentian transaksi di Bursa Efek Indonesia mulai pukul 11.06 WIB hari ini karena IHSG terjun bebas lebih dari 10% hingga nyaris mendekati level 1.450! Saia terpana mengikuti berita ini. Kabarnya hal ini dikarenakan para investor asing melepaskan sahamnya karena khawatir dengan krisis keuangan yang melanda Amerika dan berimbas ke negara lainnya. Ah, akankan resesi yang dulu sempat melanda negeri ini akan terulang? I hope not.
Gara-gara serius melihat berita itu saia baru menyadari, sekitar 200 meter sebelum sampai kos, bahwa TransCab tidak lagi menggunakan tarif lama tetapi tarif bawah. Setelah dikonfirmasi ke pak supir ternyata mereka mengganti tarif setelah Express juga melakukan hal serupa tidak lama setelah Blue Bird menggunakan tarif tertinggi. Wah, mesti merogoh kocek lebih dalam nih kalau naik taksi.
Liburan usai sudah. Besok harus bertemu lagi dengan padatnya jalanan Jakarta dan kembali beraktivitas dengan rutinitas kantor.
Beberapa hari menjelang Ramadhan, semua media massa mengabarkan sulitnya mencari tiket kereta api untuk mudik Lebaran khususnya untuk tanggal-tanggal yang diperkirakan menjadi puncak arus mudik. Tahun lalu (2007), tiga puluh hari sebelum hari keberangkatan, saia ke Stasiun Tanah Abang pagi-pagi setelah setor sidik jari di kantor. Sempat kaget waktu lihat antrian yang mengular hingga lebih dari lima belas meter tapi terpaksa ikut ngantri juga. Padahal tahun sebelumnya (2006) tidak ada antrian mengular seperti itu. Tidak sampai sepuluh orang yang mengantri di depan loket pemesanan tiket Stasiun Tanah Abang. Mungkin karena orang-orang sudah tahu kalau tiket dapat dibeli di beberapa stasiun yang on-line. Sekitar sepuluh menit kemudian saia bertemu dengan teman kantor yang lebih dulu mengantri beberapa meter di depan. Dia bersedia membelikan tiket untuk saia dan saia langsung balik ke kantor, hehehe…
Alhamdulillah berhasil dapat tiket meski terpaksa pulang cepat dari kantor saat hari keberangkatan karena jadwal kereta jam setengah sebelas pagi.
Akhirnya, daripada kecewa karena sudah capek antri tetapi kehabisan tiket, saia menghubungi orang-orang di rumah untuk mencarikan tiket dari Stasiun Tegal. Beberapa waktu lalu saia juga pernah memesan dari sana saat musim liburan. Alhamdulillah, tetangga Om Ashari yang berdinas di Stasiun Tegal berhasil mendapatkan tiket Argo Sindoro untuk saia dan Taksaka Pagi untuk Ketty. Mungkin kongkalikong seperti ini salah satu penyebab tiket kereta ludes dalam waktu kurang dari sepuluh menit setelah loket pemesanan dibuka. Ah, peduli amat… yang penting bisa mudik dengan tenang, hehehe….
- Nasi kuning atau nasi merah? –
Idul Fitri 1429H jatuh pada 1 Oktober 2008. Ini bertepatan dengan hari lahir Adi, adik saia yang paling ganteng karena dia satu-satunya saudara laki-laki saia. Kami (baca: ibu dan saia) memutuskan untuk membuat nasi kuning di lebaran kali ini. Tapi ibu juga pingin tetep ada opor ayam yang jadi ciri khas lebaran. Akhirnya opor ayam (dengan lontong yang dibeli di pasar) dijadikan menu buku puasa di hari terakhir Ramadhan.
Sebelum subuh Idul Fitri semua lauk pelengkap nasi kuning sudah siap, tinggal nasinya yang belum di masak. Ini sih bagian ibu, saia sih gak berani masaknya. Waktu nasi mulai diaron, ibu bilang ini warnanya terlalu kuning. Gak papa lah, kata saia. Ternyata, setelah nasi matang warnanya berubah jadi merah! Mirip nasi beras merah gitu. Ibu langsung sedih gitu. Pas saia icip-icip, rasanya lezat kok… sama seperti nasi kuning yang biasa ibu bikin.
- Anak-anak “Laskar Pelangi” -
Ini bukan anak-anak dari film Laskar Pelangi yang dirilis beberapa hari sebelum lebaran. Ini adalah sebutan yang diberikan Arin untuk anak-anak di lingkungan rumah kami. Baru empat belas bulan keluarga kami tinggal di daerah ini, Gang Pelangi. Meski namanya gang, jalan di depan rumah cukup untuk lewat dua mobil, sudah diaspal hotmix pula! Hanya ada enam rumah di gang ini, sisanya masih berupa kapling tanah. Nah, dari rumah yang tidak banyak inilah terkumpul anak-anak Laskar Pelangi. Ada Lia, anak laki-laki ini baru kelas 2 SD tapi badannya gede banget. Icham, seumuran Lia dengan badan yang lebih gendut tapi lebih pendek. Kemudian ada Adi dan Atmi, kedua kakak beradik ini sempat membuat Adi (adik saia) terpana karena warna kulitnya yang terbakar matahari. Yang terakhir adalah Ozan, baru tujuh bulan tetapi jadi kesayangan anak-anak di sini karena gendut, lucu, dan bikin gemes. Personil temporer Laskar Pelangi adalah Hazza, keponakan saia yang tinggal di Purwakarta dan hanya mudik dua kali dalam setahun.
Beberapa kali Hazza dimarahi oleh ibunya (Mbak Mila) karena main-main dengan korek api. Selidik punya selidik, ternyata anak-anak Laskar Pelangi selalu “njajan” korek api di warung karena mereka dilarang main petasan. Korek api itu dinyalakan kemudian dilempar ke atas layaknya petasan. Haduhhhhh… serem amat yak mainan anak-anak ini!
- Hotel Dewadaru -
Di hari ke-3 lebaran bapak dan saia sepakat membawa ibu ke tempat ini. Sejak seminggu sebelum lebaran ibu terpapar virus influenza, batuk dan pilek. Batuk ibu semakin menjadi saat mendekati lebaran. Waktu itu saia sudah melarang ibu untuk masak macem-macem (nasi kuning dan kawan-kawan) melihat kondisi beliau yang makin turun. Mungkin yang namanya ibu, pasti pinginnya masak macem-macem saat anak-anak ngumpul semua. Akhirnya ya itu tadi, nasi kuning or nasi merah berhasil dibuat. Tapi saat lebaran tiba kondisi ibu makin drop. Kalau biasanya keluarga besar dari bapak berkumpul di rumah Mbah Jaleha sekitar jam 10an, lebaran kali ini kami tidak bisa menghadirinya. Kami baru ke rumah Mbah sore harinya, itu pun Arin tidak ikut karena menemani ibu di rumah. Esoknya kondisi ibu bukannya membaik tetapi malah makin turun karena beliau bersikeras menemani tamu-tamu yang datang. Saia meminta ibu untuk ke rumah sakit tapi beliau bilang gak apa-apa kok. Kata Arin, ibu udah mulai sesak napas, asmanya kambuh. Beliau juga kurang istirahat karena rumah yang selalu rame. Ditambah lagi nafsu makannya turun. Hari ke-3 lebaran, suhu badan ibu naik. Saia diminta membalur punggung beliau dengan minyak kayu putih yang dicampur jeruk nipis dan bawang merah. Ibu berkeras tidak mau ke rumah sakit meski akhirnya beliau menyerah waktu kami memaksa dan menyiapkan kebutuhan selama di rumah sakit. Dewadaru adalah ruangan tempat ibu dirawat. Alhamdulillah ibu diizinkan pulang kemarin sore setelah menginap di Dewadaru selama empat malam. Tetapi beliau harus bedrest selama beberapa minggu.
- Berita mengejutkan di TransCab –
Hampir jam 12 siang, sekitar 30 menit lebih lambat dari jadwal yang tercantum dalam tiket, Argo Sindoro yang saia naiki sampai juga di Stasiun Gambir. Saia langsung menuju halte di Medan Merdeka Timur untuk mencari taksi. Alhamdulillah belum satu menit saia berdiri di halte ada si orens TransCab kosong yang melintas. Ini kali kedua saia naik TransCab, taxi with tv cable. TV dinyalakan. Jempol saia berhenti menekan remote control ketika TV menampilkan saluran TVOne yang sedang mewartakan penghentian transaksi di Bursa Efek Indonesia mulai pukul 11.06 WIB hari ini karena IHSG terjun bebas lebih dari 10% hingga nyaris mendekati level 1.450! Saia terpana mengikuti berita ini. Kabarnya hal ini dikarenakan para investor asing melepaskan sahamnya karena khawatir dengan krisis keuangan yang melanda Amerika dan berimbas ke negara lainnya. Ah, akankan resesi yang dulu sempat melanda negeri ini akan terulang? I hope not.
Gara-gara serius melihat berita itu saia baru menyadari, sekitar 200 meter sebelum sampai kos, bahwa TransCab tidak lagi menggunakan tarif lama tetapi tarif bawah. Setelah dikonfirmasi ke pak supir ternyata mereka mengganti tarif setelah Express juga melakukan hal serupa tidak lama setelah Blue Bird menggunakan tarif tertinggi. Wah, mesti merogoh kocek lebih dalam nih kalau naik taksi.
Liburan usai sudah. Besok harus bertemu lagi dengan padatnya jalanan Jakarta dan kembali beraktivitas dengan rutinitas kantor.
2 comments:
Mbak mel, trus ibu gimana kabarnya skrg? dah sembuh?
alhamdulillah dah baikan Ndrie, tp ga boleh capek2 dulu, mesti istirahat total :)
Post a Comment