Monday, January 12, 2009

Backpacking-nya Melski Cs. (Bagian Kedua)

Jumat, 26 Desember 2008

Sholat Subuh kesiangan! Sekitar pukul 05.00 WIB, meski masih mengAdd Imageantuk saya memaksakan diri bangun. Ternyata udara sejuk Semarang Atas benar-benar melelapkan tidur kami. Setelah bersih-bersih, termasuk mencuci baju kotor yang dipakai hari sebelumnya, kami sarapan hasil karya Ana dan baru meluncur ke MAJT setelah setengah jam berlalu dari pukul 07.00 WIB. Alhamdulillah hari ini cuaca cerah.

Ternyata keberuntungan berpihak pada kami. Keenam payung yang menjadi ikon MAJT terbuka lebar. Mungkin karena ini hari Jumat dan payung itu akan menaungi para jamaah yang menunaikan Shalat Jumat. Kami pun berjalan-jalan mengagumi kemegahannya. Di areal ini juga dibangun sebuah hall pertemuan, pertokoan dan sebuah menara yang dari puncaknya kita bisa melihat kota Semarang.

Setelah puas berfoto-foto di pelataran masjid, kami pun menuju ke menara. Gambar 13,15 Dengan membayar tiket Rp. 5.000/ orang kami naik ke lantai 19. Mirip di puncak Monas tapi lebih kecil. Ada juga beberapa teropong. Dengan memasukkan uang koin Rp 500 yang berwarna kuning kita bisa melihat Semarang lebih jelas dalam waktu 30 detik. Saat memutuskan turun, petugas lift menanyakan apakah kami akan mampir di restoran lantai 18 atau ke Museum Perkembangan Islam di lantai 3. Baru pukul 10.00 WIB. Kami pun langsung ke museum di lantai 3 (yang juga berlanjut ke lantai 2). Selain peninggalan-peninggalan perkembangan Islam di Jawa Tengah, pengunjung juga bisa melihat perkembangan pembangunan MAJT melalui 8 komputer touch screen yang tersedia.


Dari MAJT perjalanan berlanjut ke pencarian tempat makan. Ana mengusulkan ke sebuah warung sederhana di Jl. Majapahit yang selalu ramai pengunjung. Sayangnya, warung tersebut tutup sampai dengan tanggal 2 Januari 2009.
Akhirnya Ana menginstruksikan supir taksi untuk memutar haluan ke Gama Seafood. Lumayan banyak juga pesanan kami. Gurame baker, sup seafood, pecel udang dan cah kangkung. Untuk minuman saya memesan jeruk nipis panas, Ana dan Andri masing-masing Jus Jambu tanpa es dan Es Sarang Burung. Saat pesanan datang kami lumayan kaget karena porsinya lumayan besar. Gak disangka, ternyata semuanya ludes…!

Selesai makan kami kembali ke kos untuk mempersiapkan perjalanan kami berikutnya, ke Magelang dan Yogyakarta. Sekitar pukul 14.00 WIB, dengan membawa tas yang sedikit berkurang bebannya, kami berjalan kaki ke halte bus di seberang PLN. Ini adalah tempat Ana biasa menunggu bus jurusan Solo untuk pulang ke kampung halamannya di Klaten. Menit demi menit berlalu, tidak ada satu pun bus ber-AC dari PO. Ramayana atau PO. Nusantara yang mau mengangkut kami. Setelah hampir satu jam kami pun memutuskan ke agen bus di Kaliwiru yang hanya berjarak tidak sampai 2 km dari halte tadi. Alhamdulillah kami dapat bus Ramayana yang berangkat pukul 14.55 WIB. Belum juga masuk Ungaran, Ana sudah terlelap. Andri masih asyik menikmati pemandangan di balik jendela. Saya? Sudah pasti, melanjutkan membaca perburuan Atlantis. Saat melewati sebuah kompleks bangunan berpagar tinggi, saya dan Andri langsung berpandangan dan seperti bisa membaca pikiran lawannya kami tersenyum dan mengangguk-angguk. Yup, kami baru saja melewati Pondok Pesantren Miftakhul Jannah yang pimpinannya, Pujianto, beberapa waktu lalu mendadak jadi pesohor karena menikahi seorang gadis berumur 12 tahun.
Tak lama setelah seorang gadis naik dari agen di Terminal Ungaran, kami disuguhi sebuah konser tunggal gratis. Gadis itu duduk persis di belakang Andri dan tanpa mempedulikan sekitarnya dia mendendangkan lagu-lagu yang dia dengar dari pemutar musiknya. Untunglah suaranya enak didengar dan nadanya pun tak pernah meleset.

Sekitar pukul 17.00 WIB kami turun di Armada Estate, Magelang, sesuai yang diinstruksikan Lita. Sambil menunggu jemputan kami tergoda membeli jagung bakar aneka rasa untuk mengganjal perut yang mulai keroncongan. Pesanan jagung belum selesai saat Mas Yoga muncul dan mengatakan kalau Lita tidak bisa menjemput. Tadinya saya pikir rumah Lita ada di Armada Estate, ternyata salah. Sebuah rumah asri bernuansa hijau menyambut kami. Dua orang petugas dari sebuah televisi berlangganan sedang memasang peralatan. Peluk cium mewarnai pertemuan kami. Sembari duduk lesehan dan makan jagung bakar di kamar Aisya, kami berbincang ngalor ngidul. Ini namanya mengumpulkan yang terserak. Saya di Jakarta, Andri di Pekalongan, Ana di Semarang, dan Lita di Magelang. Saat kuliah dulu kami tinggal di sebuah rumah kos sederhana di daerah Sarmili. Wisma Karimah namanya. Saya dan Ana masuk lebih dulu, bareng dengan Wahyu yang terpaksa batal mengikuti backpacking ini karena harus menghadiri undangan di Malang. Lita masuk tahun berikutnya, bersama dengan Ari, Santi, Eka dan Asih. Tahun berikutnya Andri menyusul, satu angkatan dengan Lia dan Nuning. Lia, dengan alasan yang kurang jelas juga memutuskan batal mengikuti perjalanan ini.

Beberapa kali Aisya mondar-mandir memperhatikan kami tetapi baru mau bergabung saat seorang fotografer mengabadikan wawancara dadakan dengan Ibu “Kofifah Indar Parawangsa”. Wah, Aisya ternyata suka difoto. Begitu kamera mengarah ke dirinya, Aisya langsung bergaya centil. Ini sih diturunkan dari Bundanya, hehehe….
Setelah sholat Isya, Lita mengajak kami makan malam di luar. Mas Yoga membawa kami ke sebuah warung yang menyajikan iga bakar. Hmm… sepertinya lezat nih. Sayangnya kami harus menelan air liur karena iga bakarnya sudah habis. Kata Mas Yoga yang asli orang Magelang, di sini tidak ada makan malam, yang ada adalah makan sore. Jadi wajar saja kalau jam 20.00 WIB beberapa warung sudah kehabisan persediaan. Akhirnya kami ke sebuah warung di dekat alun-alun. Sementar yang lain menyantap sop daging, Mas Yoga memilih gado-gado dan saya tertarik dengan mi godog. Aisya tidak mau jauh-jauh dari saya, bahkan akhirnya saya (terpaksa) berbagi makanan dengan dia. Sebelum kembali ke rumah, kami mampir di rumah Mbak Endang, teman kuliah Ana di MM-UGM. Berbagai makanan kecil, termasuk roti bakar dan martabak, menemani secangkir kopi panas yang disajikan. Meski sangat tergoda mencicipi kudapan itu, saya menahan diri karena kapasitas perut sudah overloaded. Karena malam sudah larut dan Aisya mulai mengantuk, kami pun pamit. Aisya langsung pulas begitu dipangku Bundanya.



No comments: