Sabtu, 27 Desember 2008
Lagi-lagi, sholat Subuh kesiangan. Kami baru bangun lewat dari pukul 05.00 WIB. Selama liburan ini orang yang biasanya membantu pekerjaan di rumah Lita sedang libur. Jadilah dia pontang-panting mengurus Mas Yoga dan Aisya, ditambah tiga orang teman yang merepotkan. Pagi-pagi dia sudah keluar mencari sarapan untuk kami. Nasi gudeg komplit, donat, susu kedelai dan gorengan. Dia pikir kami kelaparan kali ya sampai-sampai disediakan makanan sebanyak itu. :D
Sebelumnya ada tawaran dari Lita untuk mengantar kami jalan-jalan ke Jogja seharian ini dan bermalam lagi di sini. Lalu esoknya baru jalan-jalan di Magelang. Meski sangat tergoda tawaran menarik ini, kami tidak ingin merepotkan Lita dan Mas Yoga. Jadi kami tetap pada rencana semula, menghabiskan hari ini di Magelang dan ke Jogja sore harinya. Saya pun menghubungi Ketty untuk mem-booking salah satu kamar di rumahnya mengingat susah sekali menemukan kamar hotel kosong di masa liburan panjang.
Masih ragu menentukan tujuan kami pun meluncur di jalanan Magelang. Tak ada yang berani memutuskan, Taman Kyai Langgeng atau Borobudur. Ke Borobudur. Akhirnya saya memutuskan. Mobil pun mengarah ke Kabupaten Magelang. Ternyata Aisya belum pernah diajak ke Borobudur dan Mas Yoga pun sudah berpuluh tahun tidak menginjakkan kaki di sana. Jalanan begitu lengang saat kami melewati kompleks perkantoran Pemerintah Daerah. Saya berkomentar, mungkin cuma kami yang masih mau berkunjung ke Candi Borobudur. Tapi tunggu dulu, ternyata dugaan itu meleset jauh. Mobil Mas Yoga bahkan dilarang memasuki areal parkir dan terpaksa parkir di luar pagar kawasan. Lagi-lagi kami di kejutkan dan kini oleh lautan manusia di depan loket tiket masuk. Mas Yoga mengorbankan diri membeli tiket. Rp. 12.500/ orang dan Rp. 6.000 untuk anak-anak, plus Rp. 1.000 untuk satu kamera. Setelah berdesakan di pintu masuk karena antrian yang tak beraturan, kami berhasil masuk. Beberapa orang menawarkan sewa payung. Dari kejauhan nampak lautan manusia dan dengan beraneka warna payung yang mencoba naik ke teras demi teras Candi Budha terbesar di dunia ini. Kami pun ikut membuka payung dan mengikuti arus menuju candi. Cuaca cerah sekali siang ini, matahari benar-benar mencurahkan sinarnya yang membakar kulit meski hari masih pagi. Energi kami seolah tersedot oleh teriknya. Baru sampai di pelataran candi kami sudah kepayahan, tapi acara foto-foto narsis tetep jalan dong. Herannya, Aisya masih saja semangat.
Dia memaksa kami naik ke teras pertama. Mas Yoga mau menggendong dia tapi Aisya gak mau. Dia maunya sama Tante. Hehehe… Ayah dan Bundanya gak laku. Sampai di teras pertama rupanya belum cukup buat Aisya. Alhasil kami terpaksa naik satu undakan lagi dan menyusuri teras tersebut. Di tangga berikutnya kami memaksa Aisya turun. Setelah istirahat sebentar di bawah naungan pohon, kami turun dari kompleks candi menuju pintu keluar. Ana dan Andri sesekali mampir ke toko oleh-oleh tapi tak juga menemukan barang dengan harga yang sesuai. Fyuh, akhirnya selesai juga berpanas-panas ria.
Berikutnya Mas Yoga membawa kami ke sebuah tempat makan baru, Mulih Ndeso, yang tak jauh dari Candi Borobudur. Suasananya sangat nyaman dengan beberapa saung dan taman yang menyejukkan. Juga dilengkapi kolam renang untuk anak-anak. Sembari menunggu pesanan datang, kami sholat di mushola yang terletak di salah satu saung. Hampir satu jam menunggu akhirnya pesanan kami datang, lagi-lagi aneka olahan seafood. Sayang, makanan dan minumannya tak sebanding dengan tempatnya. Tapi karena lapar kuadrat (sudah lewat jam makan dan energi yang sudah tersedot habis di Borobudur) kami pun menghabiskan semua yang dipesan. Masih kurang? Kami mampir membeli durian di depan Akmil saat meluncur kembali ke rumah.
Kami langsung bersiap melanjutkan perjalanan ke Jogja begitu tiba di rumah. Aisya memperhatikan kami dan memeluk kami satu per satu saat mengetahui kami akan pergi. Sekitar pukul 16.30 WIB kami tiba di Terminal Magelang. Bus Ramayana atau Eka baru akan berangkat satu jam lagi. Akhirnya kami nekat naik bus ekonomi. Aisya nangis bombay saat kami masuk ke dalam bus. Hiks, jadi ikut sedih….
Baru sekitar pukul 17.15 WIB bus meninggalkan terminal. Huh, tahu begini kan mendingan naik Ramayana atau Eka. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Laju bus agak tersendat karena jalanan yang padat. Apalagi saat memasuki DIY, beberapa kali kami terjebak macet di daerah Sleman. Ini baru yang namanya backpacking, naik bus ekonomi yang sarat penumpang hingga kami harus berebut menghirup oksigen. Sumpek bin gerah plus aroma campur aduk dari para penumpang membuat kami nyaris mabuk perjalanan. Fyuh...
Hari sudah gelap ketika kami tiba di Terminal Giwangan, Bantul. Rumah Ketty tak jauh dari terminal, kami pun naik becak ke sana.Entah sudah berapa kali saya berkunjung ke rumah ini. Di ruang depan sedang ada tamunya Pak Har, saya pun langsung ke pintu belakang dan disambut dengan heboh oleh Ketty, Windy dan Bu Har. Ana dan Andri langsung terkapar di kamar. Andri minta dikerikin tengkuknya karena pusing dan Ana minta dipijat punggungnya. Duh, mendingan saya buka jasa pemijatan deh… lumayan kan bisa dapat fee. :D
Makan malam dengan lauk dari kantin baru hasil kolaborasi Ketty dan keluarganya. Sayur daun pepaya (yang sama sekali tidak terasa pahit!), tumis kulit melinjo, dan mi lethek. Ditambah martabak telur. Hmm… gak nyangka menemukan salah satu makanan favorit saya di sini, tumis kulit melinjo. Kata Ketty, saya memang cocok jadi orang Serang karena itu adalah makanan khas dari sana. Hahaha…
Ana dan Andri lebih dahulu terlelap, saya masih ngobrol dengan Ketty. Biasalah, curhat-curhat gak penting. Sebelum tidur tadi, kami bertiga sepakat untuk jalan-jalan ke rumah-rumah lama di Kotagede pagi-pagi sekali sambil mencari sarapan esok hari.
No comments:
Post a Comment