Lima belas menit telah lewat dari pukul 21.00 tapi rombongan dari Serang belum juga memberi kabar. Meski tadi sempat terlelap sejenak, serangan kantuk tak juga berkurang bahkan makin menjadi. Hampir pukul 21.30 saat Ketty memberi tahu bahwa mereka sudah di pintu tol Kebon Jeruk. Saya langsung menyambar tas punggung dan cepat-cepat menuju halte (liar) di depan Hotel Menara Peninsula, tempat yang telah kami sepakati sebagai titik penjemputan. Oh no, ternyata tak satu pun tukang ojek yang masih nongkrong di dekat kos. Terpaksa jalan kaki nih. Setengah berlari karena tak mau membuat rombongan Ketty dkk menunggu terlalu lama. Lumayan juga jalan kaki dengan beban berat di punggung, lumayan bikin keringetan. Hosh hosh hosh...
Sebuah Panther biru dongker sudah menunggu tak jauh dari halte. Tak lama setelah menghenyakkan badan di jok tengah, mobil kembali melaju. Selain Ketty, ada Andini, kami sudah kenal sebelumnya karena pernah satu kos meski tak lama. Ketty memperkenalkan personel lain dalam rombongan ini. Indra yang duduk di depan di samping pak sopir, Helmi, Heri, Murdi dan Deni yang harus berdesakan di jok belakang. Tapi karena gelap saya belum bisa menghafal satu persatu wajah mereka. Oh ya, sopirnya adalah Pak Hendro, yang berdasarkan informasi Ketty beliau merupakan sopir Pregio yang mengantar jemput pegawai Kanwil Banten yang tinggal di Tangerang.
Ternyata rombongan kami berkurang saat sampai di pintu tol Pondok Gede Timur alias Jatibening. Deni rupanya tidak ikut ke Magelang dan Jogja. Memasuki tol Jakarta-Cikampek yang lumayan padat di Jumat malam itu, cowok-cowok di belakang mulai berteriak kelaparan. Pak Hendro menepikan mobil tak lama setelah kami keluar dari gerbang tol Cikampek. Tapi mereka sudah kehilangan nafsu makan. Mobil kembali melaju setelah memberi harapan semu kepada penjual pecel lele.
Memasuki daerah Sukamandi, sebuah kenyataan pahit menghadang kami. Macet. Pak Hendro dibantu Indra sebagai navigator dengan lihai mencari jalan di antara bis-bis AKAP dan truk-truk besar. Sampai di sini saya mulai tak sadarkan diri alias tertidur. Benar-benar lelap. Saya tak tahu kapan kami terbebas dari kemacetan panjang itu. Bahkan saat mobil menepi untuk beristirahat sejenak (seperti dalam catatan perjalanan Indra). Saya terbangun saat kami menepi di sebuah SPBU yang tadinya saya pikir rumah makan. Maklumlah nyawa belum terkumpul. Sudah pukul 04.30 dan kami baru sampai di daerah Tanjung, Brebes.
Setelah istirahat dan menunaikan sholat subuh, saya dan Ketty membuat Rencana B. Rencana A: di Brebes rombongan akan belok ke kanan dan melalui jalur selatan, langsung menuju rumah Ketty di Jogja untuk bersiap kondangan ke Magelang. Tapi kemacetan yang menjebak kami membuat rencana terancam amburadul. Diperkirakan waktu tempuh dari Brebes ke Jogja adalah sekitar 8 jam dan kami harus mengejar resepsi yang menurut undangan hanya digelar sampai pukul 13.00. Inilah Rencana B yang merupakan rencana dadakan: rombongan akan mampir ke Tegal, di rumah orang tua saya pastinya, untuk membersihkan diri dan sarapan, kemudian melanjutkan ke Magelang melalui Jalur Pantura, baru setelah kondangan kami ke Jogja. Anggota lain setuju dengan perubahan rencana ini. Saya langsung menelepon ibu untuk bersiap atas kunjungan mendadak ini.
Pukul 06.00 kami tiba di Tegal. Saya dan Ketty langsung mencari sarapan setelah mempersilakan personil lain untuk mandi. Nasi bogana menjadi pilihan karena praktis. Rupanya baru Andin yang selesai mandi. Cowok-cowok itu masih bermalas-malasan di teras. Setelah dipaksa untuk bergegas barulah mereka bergerak. Jujur, sampai di sini saya belum bisa mengingat teman-teman seperjalanan selain Ketty, Andin dan Pak Hendro. Hehehe…
Pukul 07.30 kami telah selesai mandi dan sarapan. Tanpa buang-buang waktu kami langsung meluncur di Jalur Pantura. Gerimis kecil mengiringi perjalanan kami. Saya mulai familiar dengan para brondong ini. Kali ini giliran Helmi sebagai navigator. Memasuki Kab. Batang, Murdi menjadi pemandu wisata dadakan dengan menjelaskan banyak hal di tanah kelahirannya itu. Kalau ada kuis di Facebook yang berjudul “Seberapa Batang-kah Kamu?” maka hasil yang diperoleh Murdi adalah “Kamu adalah penguasa Batang.” ^_^v
Hampir di sebagian besar Jalur Pantura yang kami lalui sedang dilakukan perbaikan jalan. Di Weleri kami mengambil jalur ke kanan yang mengarah ke Temanggung melalui Sukorejo. Jalanan naik turun dan berkelok, mirip di Puncak, Bogor. Ketika hampir memasuki Magelang, kami singgah di sebuah SPBU untuk berganti kostum. Tanpa mempedulikan para petugas SPBU dan pengguna SPBU yang lain serta anak-anak sekolah di seberang SPBU yang baru saja bubaran, kami heboh berfoto.
Ketty yang pernah berkunjung ke rumah Farah, sang mempelai, berganti posisi menjadi navigator. Sudah 30 menit lebih berlalu dari pukul 13.00 saat kami tiba di tujuan. Masih tersisa beberapa tamu. Kedua mempelai, Farah dan Wahyu, sedang berfoto dengan keluarga dan panitia.
Setelah memberi selamat dan berfoto dengan sang raja dan ratu, kami langsung menyambangi gubug-gubug yang Alhamdulillah masih menyisakan makanan untuk kami. Farah memberikan setangkai mawar untuk kami semua. Seorang mendapatkan satu tangkai. “Ini buat yang masih lajang,” katanya. Entah apa maksud pemberian ini. Tradisi dari mana yak? :D
Rupanya bakat narsis orang-orang ini mulai muncul. Kami malah sibuk berfoto-foto tanpa mempedulikan keluarga mempelai dan beberapa tamu yang masih tersisa.
Hampir pukul 15.00 saat kami meninggalkan rumah Farah yang menjadi tempat resepsi. Ketty menyadari bahwa Pak Hendro mulai kepayahan. Kami berhenti di sebuah SPBU (lagi) memberikan kesempatan kepada beliau untuk beristirahat sejenak. Rapat darurat kembali digelar dan diputuskan bahwa kami langsung ke hotel tempat cowok-cowok menginap dan mempersilakan Pak Hendro untuk melepas lelah hingga esok pagi sementara kami akan berkeliling Jogja dengan Murdi atau Indra sebagai penguasa kemudi. Semua sepakat meski Heri sempat tak setuju karena dia yang diberi kepercayaan untuk menjaga mobil inventaris Kanwil Banten ini.
Kami memasuki Jogja dari ring-road Utara kemudian berputar nyaris mengelilingi DIY hingga ke ring-road Selatan. Mobil memasuki sebuah hotel mungil di daerah Kotagede, tak jauh dari Terminal Giwangan dan dari rumah Ketty. Tarif sewa per kamar Rp.110.000. Lumayan nyaman. Pak Hendro langsung meluruskan badan di salah satu kamar. Sementara cowok-cowok membersihkan diri, kami bertiga mencari makan malam untuk Pak Hendro. Sekitar pukul 18.30 Indra membawa kami meluncur ke rumah Ketty. Cukup sering saya berkunjung ke sini. Terakhir adalah kunjungan saat saya backpacking dengan Ana dan Andri akhir tahun lalu.
Saya, Ketty dan Andin bergegas membersihkan diri dan kami bertujuh kembali meluncur untuk menikmati atmosfer Jogja di waktu malam. Tujuan pertama adalah mencari lesehan oseng-oseng mercon di daerah sekitar RS. PKU Muhammadiyah. Beberapa orang dari rombongan, termasuk saya, penasaran dengan makanan yang konon katanya sangat pedas ini. Di antara sekian banyak warung oseng-oseng mercon, warung Bu Narti menjadi pilihan sesuai rekomendasi dari Annas. Hanya Indra dan Murdi yang tidak memesan makanan ini. Mereka berdua lebih memilih ayam goreng dang burung dara goreng. Begitu pesanan tiba saya langsung mencicipi sedikit kuah oseng-oseng ini. Pedas dan manis. Perlahan saya menyantap makanan super pedas itu. Suapan pertama belum terlalu berasa. Suapan kedua mulai berasa pedas. Suapan ketiga dan seterusnya sedikit memaksakan diri. Bibir mulai bergetar saking pedasnya. Gila… mulut serasa meledak! Sesuai dengan namanya, oseng-oseng mercon.
Fyuh, kelar juga makan. Harus waspada nih, takut perut bereaksi menerima makanan aneh tadi. Selanjutnya kami menuju jalan paling ramai dan selalu menjadi tujuan orang yang baru pertama kali ke Jogja, Malioboro. Setelah kebingungan mencari tempat parkir dan sempat berputar sekali lagi, kami akhirnya memarkir mobil di ujung jalan ini di dekat Istana Negara. Rombongan terpecah, cewek-cewek ke arah Pasar Sore karena Andin harus segera menemukan kamar kecil sementara cowok-cowok menyusuri Malioboro yang sangat ramai. Dari Pasar Sore kami menuju pelataran Museum Serangan Umum 1 Maret di mana digelar pertunjukkan wayang kulit dan wayang golek dalam satu panggung. Tak begitu mengerti dengan lakon yang dimainkan ketiga dalang, ditambah angin sepoi-sepoi yang membelai, kantuk mulai menyerang. Ketty menghubungi rombongan cowok dan meminta mereka segera bergabung dengan kami untuk melanjutkan perjalanan.
Sudah hampir pukul 22.30 ketika kami meninggalkan pertunjukkan wayang. Sembari berjalan ke tempat mobil diparkir, kami menyempatkan diri berfoto di depan gerbang Istana Negara di antara tatapan puluhan pasang mata. Rencana berikutnya, kami akan menghabiskan malam ini dengan berkaraoke di Happy Puppy yang berada tak jauh dari ring-road utara. Memenuhi permintaan Helmi, kami melewati kampus Universitas Gadjah Mada (UGM). Sayangnya, kami tak bisa memasuki areal kampus. Oh ya, hampir lupa. Sepanjang perjalanan Ketty memberikan penjelasan layaknya guide tentang tempat-tempat yang kami lewati.
Tiba di Happy Puppy pukul 23.00. 45 menit lagi baru ada kamar kosong yang bisa kami gunakan. Semuanya setuju untuk menunggu. Cowok-cowok menunggu di luar, di dekat halte Trans Jogja, sementara kami terkantuk-kantuk di lobby. Akhirnya penantian kami berakhir. Hilang semua kantuk dan lelah. Semuanya larut dalam keriangan. Malam semakin panas saat lagu Menunggu yang dipopulerkan kembali oleh Ridho Rhoma disenandungkan. Juga lagu Hampa Hatiku milik Ungu. Ternyata oh ternyata, Ketty punya bakan nyinden! Keren euy.... Tanpa terasa dua jam berlalu. Kami harus menyudahi konser keroyokan ini. Saya sempat tertegun saat melihat total tagihan, wew… murah banget!
Tiba di rumah Ketty sekitar pukul 02.30. Beberapa cacing di perut menjalankan aksi demonstrasi. Saya dan Andin pun menyantap hidangan di meja sebelum beranjak ke tempat tidur.
2 comments:
Ralat bu, di alinea 8 ada kalimat kaya gini: "Di Weleri kami mengambil jalur ke kanan yang mengarah ke Temanggung melalui Sukoharjo". bukan SUKOHARJO, tapi SUKOREJO. Kalo sukoharjo itu di solo... :)
makasih atas ralatnya... udah diganti tuh ^_^
ndri, keknya kamu cocok deh jd editorku kalo nanti tulisan2ku diterbitkan, hihihihi... khayal mode: ON
Post a Comment