7 Mei 2009, hari kedua. Rencana hari ini: teriak sepuasnya di Dunia Fantasi, Ancol. Setelah menunggu Adi yang datang dari Purwakarta, kami bertiga meluncur ke kawasan Ancol. Taksi menjadi pilihan saya untuk memperpendek waktu tempuh mengingat hari sudah menjelang siang. Kami beruntung mendapatkan salah satu armada Trans Cab dengan sopir yang ramah. Setelah melintas di tol dalam kota yang ramai dan lancar, kami tiba di gerbang utama Ancol. Memasuki kawasan taman impian ini dikenakan tarif Rp.12.000 per orang. Kami turun di loket Dufan setelah membayar ongkos taksi sekitar Rp.40.000. Tiket masuk Dufan di hari biasa adalah Rp.90.000 per orang, lebih murah dibandingkan tiket saat hari Sabtu-Minggu dan hari libur yang dipatok Rp.120.000 per orang. Seingat saya, terakhir kali ke sini tarifnya masih Rp.80.000 per orang di hari libur.
Pukul 11.30 saat kami siap bertualang di Dufan. Tak seramai saat hari libur. Wahana pertama yang kami tuju adalah Niagara-gara. Saat ramai, kita harus mengantri 1 jam lebih untuk bisa mencoba wahana ini. Dimulai dengan meluncur perlahan di sungai kecil ditambah beberapa pancuran yang lumayan membasahi pakaian kami. Ana mulai panik saat kami mulai menaiki puncaknya. Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa… teriakan pertama akhirnya lepas juga saat kami meluncur dari ketinggian. :D
Dengan baju yang basah di beberapa bagian, saya mengajak Ana mencoba Rumah Miring. Dia sempat berteriak-teriak panik karena tak bisa menyeimbangkan diri dan kaget melihat beberapa patung di kegelapan. Huh, begitu saja kok takut sih Na… :P
Berikutnya adalah berleha-leha di perahu yang membawa kami berkeliling dunia di Istana Boneka. Bergabung dengan rombongan anak-anak TK. Hehehehe… berasa menjadi anak kecil lagi. Sebelum mencoba salah wahana favorit di Dufan, Tornado, kami memberi Ana pemanasan dengan meluncur di wahana Alap-alap. Halilintar kecil, itu istilah saya untuk wahana ini. Meski tak seasyik Halilintar, Alap-alap cukup bisa membuat kami kembali berteriak-teriak melepaskan beban. Sampailah kami di antrian Tornado. Sempat berpikir untuk kabur tapi rasa penasaran menahan saya hingga akhirnya pengaman di pasang. Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa…. Teriakan kami seolah tak pernah habis. Gila, wahana ini benar-benar mengasyikkan. Hampir mirip dengan wahana Kicir-kicir atau Power Surge yang hari ini tidak dioperasikan. Tapi yang ini masih lebih bisa ditoleransi.:D
Sembari menikmati sisa-sisa sensasi Tornado, kami berjalan lambat-lambat ke arah wahana Arung Jeram. Seperti wahana-wahana sebelumnya yang nyaris tak ada antrian, di sini pun kami tak perlu menunggu lama. Dalam sekejap kami bertiga basah kuyup. Untunglah barang-barang berharga telah diamankan di tas ransel Adi. Berikutnya adalah Halilintar. 12 detik yang cukup menegangkan. Hanya satu putaran. Tapi lagi-lagi, kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…. Kepala kami agak pening gara-gara beberapa kali terantuk pengaman tubuh.
Setelah istirahat sebentar sambil mengeringkan pakaian yang kuyup, kami masuk ke antrian di wahana Extreme Log. Wahana ini diklaim pengelola Dufan sebagai wahana terbaru di sini. Padahal wahana simulasi 3 dimensi ini sudah ada sejak lama hanya film simulasinya yang berubah-ubah. Terakhir berkunjung ke sini kalau tidak salah wahana ini bernama Mars Attack. Antrian di sini lumayan panjang. Sekitar 20 menit menunggu sebelum tiba giliran kami. Dalam Extreme Log ini kita seolah-olah sebagai kayu gelondongan yang dipotong dari hutan kemudian menyusuri jalur hingga menuju sungai. Sementara yang lain berteriak-teriak saya malah tertawa terbahak-bahak karena wahana aneh ini. Saya lebih terbahak lagi saat melihat Ana kerepotan memperbaiki posisi duduknya karena sabuk pengamannya kendor dan dia nyaris terlempar dari kursi. Jiakakakakakakaaaaaaaaaa…. Maaf Na, bukannya gak mau nolong tapi kondisi tidak memungkinkan. :D
Kami menyempatkan sholat dhuhur sebelum melanjutkan ke wahana Perang Bintang. Wahana ini mengharuskan kita untuk aktif membidik musuh (di lampu-lampu hijaunya) untuk memperoleh poin. Pemenangnya adalah Adi. Dia mendapatkan 14000 poin sementara saya hanya memperoleh 12000 poin dan Ana memperoleh 8000 poin. Selesai berperang kami mampir ke gerai McD untuk mengisi energi.
Hampir semua wahana menantang sudah kami lewati tapi hari masih siang. Arena Dufan masih akan dibuka sampai pukul 18.00 di hari biasa seperti ini. Akhirnya kami terdampar di antrian Mobil Senggol. Ana dan Adi masuk ke arena sementara saya menyaksikan mereka berbenturan dengan pengunjung lain. Masih bingung menentukan wahana apalagi yang akan kita naiki. Akhirnya Adi mencoba permainan sepak bola. Dengan tarif yang lumayan mahal, Rp.10.000, dengan 2 menit waktu yang diberikan harus berhasil memasukkan bola ke gawang sebanyak 16 kali untuk mendapatkan sebuah boneka. Sayangnya Adi tidak berhasil. Saya melihat kecurangan yang dilakukan oleh mas penjaganya. Saat dilihatnya Adi sudah mulai menguasai permaianan dengan memasukkan 9 gol, dia masuk melewati garis putih dengan berpura-pura mengambil bola. Sebenarnya ini adalah caranya untuk membuang waktu karena saat dia berada di daerah pinalti alat tersebut tidak berfungsi meski Adi berhasil memasukkan bola, sementara waktunya terus berjalan. Huh, cara yang kotor! Tapi saya malas membuat masalah dan berlagak bodoh di depan penjaga itu.
Setelah sholat ashar dan istirahat sejenak di Panggung Maksima, kami memutuskan pulang meski hari masih terang. Ana menolak mencoba wahana Kora-kora karena Adi dan saya mengatakan bahwa wahana ini hanya membuat kita mual. :D
Saya mengajak Ana menaiki Bianglala, kincir raksasa. Tapi Ana menolak dengan alasan dia takut ketinggian. Halah, tadi kok berani waktu naik Tornado??? Aneh… :P
Sementara kami berdua menikmati Ancol dan sekitarnya dari ketinggian, Ana menunggu dengan sabar di bawah. Terakhir, sebelum meninggalkan Dufan, kami mencicipi komidi putar diiringi live music yang kemudian menemani langkah kami meninggalkan dunia yang penuh fantasi ini.
Semula kami memutuskan menggunakan bus kota untuk kembali ke kos, tapi lelah mengalahkan segalanya. Kami menyetop sebuah taksi yang mengantar kami ke depan Menara Peninsula. Alhamdulillah jalanan lancar padahal ini adalah salah satu waktu kritis, jam pulang kantor. Kami mampir dulu untuk menyantap Bakmi Ayam DKI di depan Pasar Slipi. Mi ayam di sini cukup terkenal. Buka sejak pukul 7.00 pagi dan selalu ramai hingga malam hari. Untuk Mi ayam komplit (plus bakso dan pangsit rebus) kita cukup membayar Rp.11.000. Rasanya… jangan ditanya lagi, mantap lah!
No comments:
Post a Comment