Saya baru saja merasakan getaran aneh ketika salah satu rekan di ruangan berteriak "GEMPAAAA...!" Mengira ini hanya berlangsung sekejap, kami masih menimbang-nimbang apakah akan tetap tinggal di ruangan atau mengevakuasi diri keluar gedung. Bukannya mereda, goncangan justru makin terasa. Sebagian teman langsung lari keluar ruangan. Kami yang masih berada di ruangan segera merapat ke dinding. Lafaz dzikir mengalir dari bibir kami. Saya pun pasrah, menyerahkan segalanya kepada Yang Di Atas. Di sini, di lantai 14 ini, guncangan serasa hampir membuat gedung ini runtuh. Lutut lemas. Setengah mati berusah menahan agar air mata tak mengalir. Saya masih merapat ke dinding. Saat guncangan reda kami langsung menyambar tas dan keluar ruangan karena takut terjadi gempa susulan. Sejenak ragu, kami akhirnya memberanikan diri menggunakan lift daripada turun melalui tangga darurat. Alhamdulillah tak ada insiden apapun dan kami bergabung dengan seluruh penghuni gedung berlantai 16 ini.
Beginilah suasana di depan gedung tak lama setelah saya berhasil menenangkan diri. Sebuah pesan singkat masuk, dari Arin, yang mengabarkan bahwa Tegal juga diguncang gempa. Ternyata gempa yang lumayan dahsyat ini berpusat di sebelah barat daya Tasikmalaya di kedalaman 30m. 7.3 skala Richter kekuatannya. Nyaris seluruh Pulau Jawa merasakan efek dari gempa ini. Allahu Akbar.
Kami baru berani masuk gedung setengah jam kemudian, itupun hanya di lantai 1 sembari melihat liputan mengenai gempa di televisi. Saya kembali ke ruangan di lantai 14 untuk mengambil jaket dan mengirim file yang baru saya selesaikan sesaat sebelum gempa. Ternyata di beberapa bagian terdapat sedikit kerusakan akibat gempa, antara lain di dekat ruang tamu dan di tengah-tengah ruangan. Retakan dinding menjalar dari langit-langit hingga lantai. Ini patut dipertanyakan karena gedung ini belum genap berumur satu tahun. Baru mulai digunakan awal Desember tahun lalu dan baru diresmikan penggunaannya bulan Maret tahun ini. Kalau kondisi bangunan rawan seperti ini bagaimana kami bisa tenang bekerja dan menggali potensi penerimaan sementara nyawa kami jadi taruhannya???
Harusnya para petinggi itu tak hanya menekan kami dengan permintaan yang selalu berubah tiap saat, dengan target yang nyaris di awang-awang tapi harus dicapai, dengan segala tetek bengek laporan ABS. Sementara timbal baliknya? Nyaris tak ada. Hanya tunjangan berdasarkan renumerasi saja yang membuat kami bertahan. Mbok yo keselamatan kami juga dijamin... Anggaran untuk proyek pembangunan mbok yo jangan di-tilep juga. :D
1 comment:
ho oh om rin... belom setahun dipake tuh... keknya bukan konstruksi tahan gempa T_T
Post a Comment