Dari terminal kecil itu kami berjalan perlahan sembari memperhatikan bangunan-bangunan di kanan kiri jalan. Hampir semua bangunan merupakan bangunan model lama dan tak sedikit yang tak terawat. Saya hanya menebak-nebak arah langkah kami menuju satu-satunya tempat yang terlintas dalam pikiran saya, Museum Sejarah Jakarta yang lebih terkenal dengan nama Museum Fatahillah. Sayup-sayup terdengar keramaian saat kami makin mendekati Museum Fatahillah. Terlebih saat kami tiba di jantungnya.
Es potong yang dijual seharga Rp.2.000/potong menarik perhatian kami di hari yang mulai terik ini. Berbagai macam rasa tersedia, mulai dari rasa kelapa muda, kacang hijau, alpukat, bahkan rasa durian. Saya mencoba menghubungi Wahyu yang akan bergabung dengan kami. Dia masih dalam perjalanan dan menyuruh kami untuk berkeliling dulu. Berjalan lambat-lambat di tengah keramaian, saya mengedarkan pandang ke sekeliling Museum Fatahillah. Pelataran depan museum ini dikelilingi puluhan bola-bola batu sebagai pembatas. Dua buah meriam besar diletakkan di bagian depan museum. Di sebelah kanan museum terdapat Museum Seni Rupa. Persis di depannya adalah Kantor Pos Kota lengkap dengan bis surat kuno berwarna jingga. Di sebelah kiri terdapat bangunan-bangunan lama yang salah satunya difungsikan sebagai Museum Wayang.
Perhatian kami ditarik oleh beberapa deretan sepeda onthel yang disewakan untuk berkeliling kawasan. Kami pun berbincang dengan salah satu pemilik sepeda. Tarif sewa untuk satu jam penggunaan adalah Rp.20.000, tetapi hanya diperkenankan untuk mengelilingi seputaran Museum Fatahillah.
Tepat saat kami melangkah di antara pilar-pilar raksasa di bagian depan Museum Seni Rupa selepas dari pintu keluar, Wahyu mengabarkan bahwa dia telah tiba di halte busway Kota. Saya memintanya untuk langsung menemui kami di depan Museum Fatahillah. Ritual pertemuan dan perkenalan singkat dengan Chusnul, adik Wahyu, mengawali penjelajahan kota tua. Masih dengan tarif yang sama, Rp.2.000/orang, kami diizinkan masuk museum yang telah padat pengunjung. Sejenak bingung memulai perjalanan dari bagian mana, karena tak ada pemandu atau petunjuk khusus, kami berbelok ke sayap kanan museum. Di sini ada sedikit sejarah Batavia dan beberapa peninggalannya. Dari situ kami melanjutkan ke bagian terbuka di belakang museum yang sejuk dan cukup rindang. Sedikit terlindung pagar dinding, beberapa ruangan berpintu lengkung menarik perhatian kami.
Sebuah meriam yang cukup besar terletak di bagian belakang museum. Sebuah patung, dari informasi yang tertulis di bawahnya di ketahui bahwa ini adalah Hermes, melengkapi halaman belakang museum yang cukup asri. Kami kembali ke dalam museum dan menelusuri sayap kirinya. Beberapa peninggalan kuno seperti prasasti dan tembikar, miniatur kapal layar serta patung dan gambar menceritakan bagaimana bangsa-bangsa Eropa tiba di Batavia. Kami pun menyudahi kunjungan di tempat yang semakin sesak pengunjung ini.
Tujuan pertama adalah Pelabuhan Sunda Kelapa yang berjarak tak lebih dari 3km. Pelabuhan kuno ini masih dioperasikan untuk tempat bersandar kapal-kapal tradisional dari penjuru Nusantara. Di sini kami tidak dipungut biaya sepeser pun, kecuali bila menaiki kapal-kapal selain kapal yang ditunjuk. Berlagak jadi bajak laut yuk...!
Penjelajahan berlanjut ke Museum Bahari yang hanya sejengkal dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Kami mampir dulu di Menara Syah Bandar yang merupakan bagian dari Museum Bahari. HTM-nya masih sama, Rp.2.000/orang, berlaku untuk kedua tempat tadi. Menara ini didirikan untuk mengawasi lalu lintas kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, meski kini tak lagi difungsikan. Gambar bawah (kiri) adalah pemandangan dari puncak menara. Sepeda kami tinggalkan di tempat parkir menara dan berjalan kaki menuju Museum Bahari yang berada di tengah kepadatan dan kekumuhan Jalan Pasar Ikan. Berbagai miniatur kapal dan perahu tradisional serta gambar-gambar masa lalu yang juga menceritakan kedatangan bangsa Eropa di perairan Nusantara mengisi sebagian besar museum ini. Maket Batavia sebagai salah satu jalur perdagangan utama dimasa VOC juga menggambarkan betapa majunya Batavia di saat itu. Ada juga maket Pulau Onrust, salah satu pulau di Kepulauan Seribu, yang menjadi pulau pertama yang berhasil diduduki Belanda.
Ada kejadian menarik di sini. Saat kami sedang terbuai dengan khayalan tentang masa lalu ketika memperhatikan benda-benda yang ada di sana, seorang anak mendekati saya. Rupanya dia mewakili teman-temannya yang lumayan banyak. Dengan lugu dan tersenyum malu-malu anak ini bertanya, ”Mbak, boleh minta foto gak?” Semua temannya bersorak saat saya memenuhi permintaan mereka. Lihat keceriaan mereka di gambar atas (kanan)Duh, lucu sekali anak-anak ini dengan kepolosan mereka. :D
Sepeda kami kembali melaju di antara padatnya lalu lintas. Kami kembali ke titik awal penjelajahan Kota Tua di depan Museum Fatahillah. Sebuah musholla kecil di salah satu sudut di samping Cafe Batavia telah dipadati pengunjung. Kami memutuskan untuk masuk kembali ke Museum Seni Rupa, mencicipi musholla di bagian belakangnya dan melepas lelah di teras tengah yang cukup sejuk. Semilir angin seolah melenakan kami hingga enggan beranjak dari tempat itu. Sudah lewat dari jam 14.00 WIB saat teriknya mentari menyambut kami selepas dari Museum Seni Rupa.
Sore yang menjelang tak membuat kawasan ini berkurang keramaiannya. Kami pun menyudahi penjelajahan di kota tua ini. Meski niat hati masih ingin berkeliling dan mencari objek-objek foto yang menarik (halah, dah kayak fotografer pro aja!), energi kami nyaris habis terutama karena teriknya mentari yang membakar kulit.
Semoga masih mempunyai kesempatan menjelajahi kawasan Kota Tua di lain waktu dan semoga Pemprov DKI Jakarta dapat mempercantik bangunan-bangunan di kawasan ini tanpa mengubah bentuk aslinya untuk menambah minat pengunjung.
2 comments:
Maaf ya Mel, miss telat neh. Janjiannya jam 9, tapi jam 9 baru dari kos. Akhirnya jam 10 an baru bisa gabung. Kayaknya ninggalin kos berat banget. Tapi setelah liat kota toea malah kebetahen, gak pingin mulih.
Nice trip, I still remember.
Maturnuwun utk Adi yang jadi fotografernya qt-qt.
Maturnuwun buat Miss Ketty & Miss Melin atas ojek sepedanya, atas terselenggaranya trip ini & atas semuanya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian...
I Love u All..... mcuuuuaaaah ...:)
NB : kemarin waktu di fatahilah aku n Ketty udah gladi resik siraman utk Melin, Jadi untuk acara benerannya tunggu bentar lagi ya....
hayuk jalan2 lagi... :D
Post a Comment