Tuesday, August 25, 2009

Susah Cari Tiket Kereta Buat Mudik? Coba Cara Ini...

Sebuah pemandangan khas menjelang Ramadhan tertangkap mata saya tak lama setelah menginjakkan kaki di stasiun Gambir malam itu di hari perayaan kemerdekaan negeri ini yang ke-64. Lebih dari dua puluh orang duduk bersila sambil bercengkrama dengan kawannya di seluruh jalur antrian di depan loket pemesanan tiket. Sebagian telah lelap dalam tidurnya. Mereka rela menginap di depan loket “hanya” untuk mendapatkan selembar tiket kereta api untuk pemberangkatan tanggal 17 September 2009 meski loket baru akan dibuka pukul 07.00 WIB esok harinya.

Yah, sistem pembelian tiket secara online di banyak stasiun membuat tiket kereta api laris manis bak kacang goreng. Terlebih lagi setelah dua tahun terakhir PT. KAI bekerja sama dengan delapan biro perjalanan untuk melayani pembelian tiket secara online. Sistem pembelian yang dibuka pada H-30 sebelum keberangkatan ini membuat banyak calon pembeli yang harus gigit jari karena tiket untuk hampir semua jurusan langsung ludes hanya dalam waktu sekitar 10 menit setelah loket dibuka. Tak masuk akal memang.

Anggaplah ada 50 loket yang dibuka di seluruh Pulau Jawa. Masing-masing orang hanya dapat membeli paling banyak dua tiket. Lama transaksi di depan loket diasumsikan selama satu menit per orang. Pada menit pertama akan terjual 100 tiket untuk seluruh kereta api kelas bisnis dan eksekutif. Satu rangkaian kereta api bisa mengangkut sekitar 500 penumpang dan untuk setiap jalur (utara dan selatan) PT. KAI telah menyediakan sekitar 10 rangkaian kereta. Artinya dalam satu hari PT. KAI bisa mengangkut sekitar 10.000 penumpang. Kalau dalam satu menit terjual 100 tiket, maka dalam 10 menit diperkirakan terjual 1.000 tiket. Tapi mengapa bisa langsung habis? Kemana 9.000 tiket lainnya?

^Ah, ini mah hitung-hitungan kasar saja. Datanya pun tidak akurat.^


Salah satunya ada di tangan saya. Tanpa repot-repot mengantri saya berhasil mendapatkan tiket untuk mudik lebaran tahun ini. Dua tahun terakhir saya menggunakan jasa “orang dalam” untuk memperoleh tiket terutama di saat lebaran dan akhir pekan yang panjang. Sebut saja namanya Om Budi. Beliau adalah salah satu pegawai PT. KAI yang bertugas di stasiun Tegal. Sehari sebelum loket dibuka untuk keberangkatan yang dimaksud, Bapak menitipkan sejumlah uang kepada beliau sebesar harga tiket ditambah Rp.50.000 sebagai uang terima kasih. Alhasil, tiket yang menjadi barang langka itu dapat dengan mudah ada digenggaman. :D

Ada yang menarik saat saya sempat dilanda kepanikan dua hari yang lalu. Minggu siang itu, 23 Agustus 2009, saya tiba-tiba tersadar bahwa saya harus berburu tiket untuk balik ke Jakarta tanggal 23 September 2009. Saya sedang berada di Purwakarta saat itu. Saya langsung meminta Bapak memesan tiket di stasiun Tegal. Tak lebih dari lima belas menit berikutnya saya menerima kabar bahwa tiket untuk tanggal tersebut telah terjual habis. Waduh... pasrah deh. Kalau terpaksa naik bus juga deh. :-(

Malam harinya, masih di hari Minggu itu, saya baru menyadari bahwa telah terjadi suatu kesalahan fatal! Seharusnya tiket untuk 23 September kan baru bisa dibeli besok pas tanggal 24 Agustus. Lalu kenapa petugas di loket mengatakan bahwa tiket telah habis? Harusnya kan dia memberitahukan bahwa tiket yang dimaksud baru bisa dibeli besok. Permainan apa pula ini? Aaaarrrrrggghhhhh....!!! Menyadari hal ini, saya kembali meminta bantuan Om Budi untuk memesan tiket tanggal 23 September. Tentu saja, berhasil! :D

Apakah ini sebuah pelanggaran? Entahlah. Yang penting saya bisa mudik dengan menggunakan moda transportasi paling favorit ini. Coba ada rute penerbangan Jakarta-Tegal, saya mungkin lebih memilih itu, hehehehe....




Terima Kasih, Malaysia

Berbagai hujatan dan kecaman yang ditujukan kepada salah satu negeri jiran ini datang dari segala penjuru tanah air. Pemicunya adalah sepenggal iklan pariwisata berjudul Enigmatic Malaysia yang ditayangkan Discovery Channel. Dalam iklan ini nampak bahwa salah satu budaya andalan Indonesia dari Bali, Tari Pendet, ditampilkan seolah-olah itu adalah budaya Malaysia. Sontak semua orang meradang dengan pengaku-akuan dari Malaysia ini. Teriakan "Ganyang Malaysia" kembali sering terdengar.

Tak hanya kali ini Malaysia mengakui warisan budaya Indonesia sebagai budaya dari negeri mereka. Masih lekat dalam ingatan kita saat Malaysia mengklaim Reog yang selama ini kita kenal berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, hingga lebih beken dengan nama Reog Ponorogo. Tak hanya itu. Alat musik Angklung dari Tanah Parahiyangan menjadi korban berikutnya. Batik pun tak luput dari klaim negara tetangga ini. Entah berapa banyak lagi.

Tapi saya justru ingin berterima kasih kepada Malaysia karena telah mengingatkan kita bahwa Indonesia kaya akan warisan budaya. Selama ini rakyat Indonesia, terutama generasi mudanya, terlena dengan makin maraknya budaya dari luar khususnya dunia Barat. Mereka lebih bangga bila dianggap kebarat-baratan dan mereka merasa malu untuk melestarikan budaya dari nenek moyangnya. Kemudian saat negara lain mengakui budaya Indonesia sebagai budaya mereka, orang-orang ini langsung menghujat dan mengecam, berlagak seolah mereka yang paling peduli dengan warisan budaya bangsa. Selama ini kemana saja???

Semoga ini menjadi pelajaran terakhir bagi kita. Semoga Pemerintah tak hanya berbasa-basi untuk melindungi seluruh warisan budaya Indonesia. Kita tak butuh segala macam hujatan dan kecaman, yang kita butuhkan tindakan nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan ini.