Monday, May 3, 2010

Petualangan Seru ke Curug Cijalu

Kali ini starting point-nya bukan dari Jakarta, tapi dari Sadang, Kab. Purwakarta. Curug Cijalu terletak di Desa Cipancar, Kab. Subang tetapi lebih mudah dijangkau dari Purwakarta yaitu melalui Wanayasa. Jaraknya sekitar 25 km dari pusat kota Purwakarta. Saya dan Adi naik angkot 01 jurusan Pasar Rebo. Dari Pasar Rebo disambung dengan elf jurusan Wanayasa. Sebenarnya bisa saja langsung naik elf dari Sadang, tapi resikonya kita harus bersabar karena elf ini bakal ngetem lumayan lama di Pasar Rebo. Dari Pasar Rebo juga ada angkot kuning yang ke Wanayasa. Tapi tidak disarankan karena kabarnya di tengah perjalanan penumpang sering dipindahkan ke angkot lain.

Perjalanan ke Wanayasa memakan waktu sekitar setengah jam. Cuaca cukup bersahabat, cerah tetapi sedikit teduh. Dari Pasar Wanayasa kami langsung naik ojek ke lokasi curug, ongkosnya Rp.20.000/orang. Mahal ya??? Hmmm... tidak juga kok. Karena dari pasar ke curug masih sekitar 10 km dengan kondisi jalan yang naik-turun dan berkelok-kelok. Tak lama melaju di Jalan Cagak (yang menghubungkan Wanayasa dengan Subang) yang mulus, kami berbelok di pangkalan ojek Legok Barong ke sebuah jalan yang lebih kecil. Kondisi jalan cukup bagus, sudah diaspal meski di beberapa bagian sudah mulai terkelupas. Tak ada angkutan umum yang masuk ke jalan ini. Kalau tidak membawa kendaraan sendiri, alternatif satu-satunya adalah menggunakan jasa tukang ojek.

Setelah sekitar 15 menit terguncang di atas motor, kami sampai di gerbang masuk Taman Wisata Alam Curug Cijalu. Tiket masuknya enam ribu perak per orang. Ternyata lokasi curug masih jauh. Kami kembali menyusuri jalan yang semakin menanjak sekitar 5 menit lagi. Persis di pinggiran kebun teh pertama ojek berhenti. Kami melanjutkan perjalanan melewati hijaunya kebun teh sebelum tiba ke lokasi curug. Tidak ada orang lain yang berjalan kaki di sini selain kami. Beberapa orang mengendarai sepeda motor, sebagian lainnya dengan mobil yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari.


Sebagian jalan belum diaspal, masih menggunakan bongkahan-bongkahan batu. Lima menit berlalu sejak kami menyusuri kebun teh ketika di depan kami terdapat sebuah sungai kecil yang membelah jalan. Tidak ada jembatan. Sepeda motor dan mobil pun harus menyeberang perlahan. Beberapa warung minuman dan makanan ringan mulai nampak saat makin mendekati lokasi curug.



Cukup dengan menunjukkan tiket masuk yang kami bayar di gerbang pertama, kami memasuki kawasan curug yang menyatu dengan bumi perkemahan.


Jalan setapak dari bebatuan semakin menanjak. Kami berpapasan dengan rombongan wisatawan asing (lebih dari separuhnya adalah anak kecil). Di lokasi tersebut terdapat dua curug. Curug pertama yang kami temui tingginya sekitar 15 meter.



Tak jauh dari curug pertama kita akan disambut percikan air dari curug kedua yang terbawa angin. Curug ini lebih besar, sekitar 50 meter ketinggiannya. Waaaaahhhh... segar sekali. Coba tadi bawa baju ganti, kami pasti langsung nyemplung di kolam tempat jatuhnya air.



Sembari istirahat, saya menunjukkan sebuah artikel yang saya cetak dari sebuah blog, judulnya Tipuan Curug Cijalu. Dari artikel ini kita disadarkan bahwa ternyata banyak orang yang mengaku melihat Curug Cijalu padahal tidak! Yang mereka lihat adalah Curug Cikondang dan Curug Cilemper. Curug Cijalu terletak tak jauh dari situ, tapi harus dengan usaha ekstra untuk bisa mencapainya. (lebih lengkap silakan baca di sini). Kami pun sepakat mengikuti petunjuk dari artikel tersebut .

Pertama-tama kami harus kembali ke kebun teh menuju sungai yang membelah jalan sebagai titik awal pencarian. Itulah Sungai Cijalu. Kami pun mulai menyusuri sungai ini ke arah hulu. Terpaksa berbasah-basahan karena kami harus menyusuri sungai, benar-benar di sunginya, dengan melompati bebatuan besar. Sesekali terpeleset dan terantuk batu. Setelah 10 menit berlompatan di atas bebatuan sungai, jalan kami terhalang tanaman rambat di atas sungai. Untunglah ternyata kami menemukan sebuah jalan kecil di antara semak belukar. Beberapa kali jalan kecil itu berakhir di tepi sungai dan kami mau tidak mau kembali nyemplung ke sungai. Kami semakin jauh meninggalkan kebun teh di bawah sana.


Sepiiiiiii banget! Tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain. Hanya kami berdua ditemani gemercik air, kicau burung, hembusan angin yang membelai dedaunan, serta beberapa suara serangga yang tak tampak. Ada binatang buas gak yah? Ada ular gak yah? Ada makhluk tak kasat kah? Huwaaaaaa... berbagai kemungkinan buruk sempat terlintas di pikiran. Akhirnya saya memaksa, kami harus kembali bila dalam satu jam tidak menemukan curug yang dimaksud.



Tiga puluh menit berlalu. Badan sudah semakin letih dan semakin sering terpeleset. Lutut pun mulai gemeteran. Kami menemukan sebuah curug kecil yang tingginya tak sampai 5 meter. Ketika kami di atas curug kecil itulah nampak kelebatan manusia-manusia tak jauh di bawah kami. Banyak. Dan sebagian besar masih anak-anak. Kami menunggu rombongan ini dan bergabung dengan mereka. Dengan mudahnya mereka berlompatan di atas batuan sungai. Huhuhuhuuuuu.... (ngiri.com)

Teriakan kegirangan anak-anak itu memberi tanda bahwa kami sudah tiba. Subhanallah... It's so amazing! Air terjun setinggi sekitar 100 meter diapit dinding karang yang terjal membuat saya merasa sangat kecil. Cantik sekaligus membuat ngeri. Lingkungannya masih alami seolah tak pernah tersentuh tangan-tangan jahil. Hanya rombongan kami yang ada di situ. Tak terbayang seandainya tidak bertemu dengan anak-anak ini. Pasti horor banget saking sepinya.


Setelah mengagumi kecantikan Curug Cijalu, kami kembali menyusuri sungai ke arah hilir. Anak-anak ini masih tetap lincah dan nyaris meninggalkan kami di belakang.


Perjalanan kembali tak lebih mudah dari saat kami berangkat. Apalagi tubuh sudah semakin kehilangan energi. Akhirnya, sampai juga kami di titik awal penjelajahan nekat ini dengan selamat. Alhamdulillah.

Oh ya, total perjalanan menyusuri sungai menuju Curug Cijalu yang sesungguhnya memakan waktu 40 menit. Tapi perjalanan kembali lebih cepat karena kami menemukan jalan yang benar, wkwkwkwkwk...


Setelah membersihkan celana, tangan dan kaki yang terkena tanah basah, kami pun pulang dengan hati riang. Tak ada pengojek yang ngetem di dekat kebun teh. Mau tidak mau kami harus berjalan kaki ke gerbang utama. Alhamdulillah sebelum sampai gerbang utama kami bertemu dengan 2 tukang ojek. Setelah negosiasi alot, disepakati mereka akan mengantar kami sampai ke Wanayasa dengan ongkos Rp.15.000/orang.

Dari Wanayasa kami kembali naik elf jurusan Cikampek dan turun di Pasar Rebo lalu dilanjutkan dengan angkot 02 sampai ke Sadang. Fyuuuuhhh.... benar-benar perjalanan yang menguras energi. Tapi semua terbayar lunas karena berhasil menyaksikan kecantikan Curug Cijalu. Cihuuuuyyyyyy....! :D


Catatan:
- Jangan ke sana saat musim penghujan, sungainya akan sulit dilalui
- Jangan ke sana pakai celana jeans, bikin berat kalo terkena air
- Lebih baik gunakan sepatu atau sandal gunung
- Khusus buat yang menyukai tantangan :p
- Hasil jalan-jalan: lebam di beberapa bagian kaki (saya), kaki dan tangan tergores duri semak (Adi)

Hari berikutnya, pagi-pagi ada sms dari Adi yang bunyinya seperti ini: Mb Mel, kata temenku yg udah menjelajah semua curug di subang, curug cijalu itu yang paling angker. Masih ada hewan buas. Ada makam keramat juga.

Kyaaaaaaaaaa......


Oh ya, hanya sejengkal dari Pasar Wanayasa terdapat Situ Wanayasa yang terletak persis di samping jalan besar. Kalau yang ini cocok untuk wisata keluarga.





Gambar terakhir ini (Curug Cijalu nampak dari jauh) diambil dari blognya mang oka yang berhasil membuat kami penasaran hingga akhirnya menemukan Curug Cijalu yang asli. Terima kasih banyak untuk Mang Oka. :D


2 comments:

Virtual Forest said...

Hahay..... Tempatnya seru. Ai udah 2 kali nge-camp di situ. lebih dari 4 hari sekali nge-camp. Terus dilanjut tracking ke gunung Burangrang.

Jadi kangen ke sana lagi .....

anna said...

boleh dishare ya gan...