Mall of Indonesia alias MOI adalah salah satu fasilitas yang diberikan pengembang kelas kakap, Agung Sedayu Grup, untuk para penghuni apartemen di Kelapa Gading Square. Hunian mewah di lokasi yang oleh sebagian orang disebut sebagai kepala naganya Jakarta. Sudah diputuskan inilah tempat pertama yang akan saia kunjungi setelah masa istirahat jalan-jalan selama hampir satu bulan. Kunjungan ke Plaza Senayan saat Metro Dept. Store mengadakan sale gila-gilaan tidak dihitung karena terkait dengan kunjungan kerja yang juga berlokasi di Plaza Senayan. Apa sih menariknya MOI hingga saia rela menempuh jarak puluhan kilometer?
Apakah karena di sana sedang ada sale?
Bukan.
Tempat hang-out yang seru?
Bukan.
Atau karena ada tempat makan asyik yang murah meriah horrey?
Bukan juga.
Lalu apa?
Blitz Megaplex jawabannya.
Loh, bukankah di Grand Indonesia dan Pacific Place juga ada Blitz Megaplex?
Yup, that’s right. Tapi di Blitz GI dan PP tidak ada film yang menjadi incaran saia. Film yang terlewat saat diputar di Blitz GI beberapa bulan lalu, The Fall. Yang menjadi korban untuk menemani saia kali ini adalah Dian.
Perjalanan kami dimulai sekitar pukul 13.30 WIB dengan menyusuri jalan tol dalam kota yang saat kami perhatikan di tiap gedung di sepanjang kiri jalan (karena yang sebelah kanan tertutup pembatas) terdapat janur kuning yang melambai tertiup angin.
Tak lama kemudian, dengan mengalami sedikit kemacetan, kami keluar tol Sunter. Belok kiri kemudian putar balik. Deretan beton yang menjulang tinggi menyambut kami, Kelapa Gading Square. MOI dikelilingi menara-menara apartemen dan deretan rukan. Kami masuk dari pintu selatan, pintu yang berhadapan langsung dengan Balai Samudera di seberang jalan. Begitu melewati pintu kaca, hawa dingin langsung menyergap. Tidak ada hiruk pikuk khas pusat perbelanjaan. Sepi. Ditambah lagi udara yang masih berat karena bau cat dan teman-temannya. Agak ragu kami melangkah semakin ke dalam. Sebuah tirai air dengan cahaya biru menyambut kami. Gerai-gerai masih tertutup tripleks, beberapa di antaranya sudah menempelkan logo tenant. Hanya satu dua pengunjung lain yang kami temui.
Akhirnya kami menemukan sedikit keramaian, Fun World, ajang permainan yang mirip Dunia Fantasi di Ancol tetapi dalam versi mini. Tidak banyak anak-anak yang mencoba berbagai permainan yang ditawarkan.
Kami langsung menuju lantai 2 tempat studio Blitz berada. Masih agak di dekat loket penjualan tiket. Tidak senyaman di Blitz GI. Tidak ada antrian meski ada beberapa orang yang sedang dilayani. Kami orang pertama yang membeli tiket The Fall yang diputar di Studio 6. E-11 dan E-12 menjadi pilihan tempat duduk kami. Sepertinya mall ini berakhir di lantai 2 karena lantai di atas kami berisi deretan mobil yang diparkir rapi. Masih ada waktu sekitar 2 jam untuk berkeliling sembari menunggu The Fall diputar.
Food court yang menawarkan beragam makanan baru dibuka beberapa waktu lalu, nampak dari beberapa rangkaian bunga ucapan selamat. Sebagian besar gerai masih tutup. Gerai pakaian dan sepatu wanita menarik perhatian kami. Bahkan sepotong baju putih dengan aksen bunga membuat kami berdecak dan membuat Dian nyaris mengeksekusinya. Tanpa diskon, harganya terlalu mahal untuk sepotong baju, Rp. 349.000. Perjalanan kami berlanjut ke Centro. The Body Shop sedang menggelar sale hingga tanggal 16 November. Sebotol body mist berpindah dari rak pajangan ke tas, melalui transaksi resmi tentunya. Sepotong kemeja berwarna broken white juga memenuhi tas saia.
Beberapa menit setelah masuk waktu Ashar kami menuju musholla yang berada di lantai LG, lantai di mana raksasa ritel Carrefour berada. Tapi ternyata musholla tersebut berada di tempat parkir. Untuk menuju ke sana kami harus menahan napas karena udara yang sangat berdebu. Tempat wudhunya bersih dan terpisah antara pria dan wanita tetapi tempat sholat tidak terpisah. Hanya sekitar 4x8m luasnya, dengan karpet merah bekas yang sudah menguarkan aroma tidak sedap.
Kami balik lagi ke Blitz dan memesan makanan dan minuman di Blitz Café. Spaghetti dan jus stroberi menjadi pilihan saia. Dian memesan nasi goreng rendang dan vanilla coffee late, plus lumpia dan siomay untuk kami berdua. Waitressnya masih kurang pelatihan jadi pelayanannya kurang cekatan. Spaghettinya juga biasa banget (buatan saia bahkan lebih enak dari ini), berbeda dengan spaghetti-nya Blitz Café GI yang benar-benar yummy. Saat melirik backdrop panggung yang masih kacau balau, kami baru tahu ternyata hari sebelumnya dilakukan Grand Opening Blitz MOI.
Suasana menuju studio sangat khas Blitz, merah dan hitam. Lebih cozy dibandingkan Blitz Café. Kami orang pertama yang masuk Studio 6, berasa home theater pribadi. Studionya tidak besar, sekitar 200 tempat duduk dengan kursi yang khas di studio Blitz, keras dan tidak nyaman. Total ada delapan orang yang menyaksikan permainan Cantica Untaru sebagai Alexandria di The Fall. Dinginnya hawa dari AC menusuk tulang (harusnya bawa selimut nih).
Pukul 18.40 WIB saat credit title mengiringi kami keluar studio. Kami langsung memacu langkah ke musholla yang lumayan jauh. Sebelum mengakhiri perjalanan di MOI kami menyempatkan diri ke toilet yang bersih dan nyaman. Ada salah satu closet yang rusak saat itu, airnya tidak bisa berhenti mengalir, sementara tidak ada petugas yang berpatroli di sekitar toilet.
Panataan ruang yang berkelok-kelok dan gerai-gerai yang masih tertutup tripleks putih sempat membuat kami beberapa kali kehilangan arah, termasuk saat mencari pintu selatan. Kami keluar dan disambut sebuah air mancur yang dikelilingi pohon-pohon palem yang daun-daunnya masih diikat. Ada keluarga kecil yang sedang berfoto di dekat air mancur.
Jalan-jalan kali ini berakhir sudah. Puas berhasil nonton The Fall, tetapi kecewa karena mall masih sepi. Beberapa bulan lagi mungkin MOI bakal menambah jumlah mall kelas atas yang semakin memanjakan manusia-manusia konsumtif ibu kota. Berminat tinggal di salah satu apartemen di Kelapa Gading Square? Eehmm, jelas tidak terjangkau dengan penghasilan seorang abdi negara.
No comments:
Post a Comment