Monday, September 14, 2009

Tips Mengatasi Migrain (Harus dengan Petunjuk Dokter!)

Fyuh... lagi-lagi sakaw karena migrain. Sudah lebih dari sepuluh tahun penyakit ini bercokol di kepala saya. Saking seringnya sakit kepala sebelah ini melancarkan serangan mendadak, saya menjadi lebih siap dalam menyusun strategi penumpasannya. :D

Sayangnya, pertahanan saya sedang lemah saat musuh bebuyutan ini menyerang di suatu sore beberapa hari yang lalu. Serangan itu mulai terasa saat saya masih berada di kantor. Bukan sebuah serangan hebat tapi cukup membuat saya mundur beberapa langkah karena tak dapat melancarkan serangan balasan. Senjata saya tak dapat digunakan saat itu juga. Masih harus menunggu beberapa jam lagi hingga waktu berbuka tiba untuk melontarkan sebutir aspirin.

Perut kosong. Sakit kepala sebelah. Perut mual. Kondisi tubuh sudah semakin menurun saat adzan Maghrib berkumandang. Setelah mengganjal perut dengan sedikit makanan saya mencari aspirin di kotak obat. Oh God... saya tak menemukan satu pun senjata andalan itu. Masih berusaha mencari di antara obat-obat lainnya, saya mulai limbung. Keringat dingin mulai bercucuran. Jemari tangan yang mengaduk-aduk kotak obat mulai gemetar. Sepertinya mulai sakaw nih, pikir saya saat itu. Tiba-tiba saya teringat bahwa saya selalu menyimpan aspirin di tas yang setiap hari menemani saya ke kantor. Alhamdulillah masih ada empat butir. Saya pun langsung menelan sebutir. Strategi berikutnya, kerokan! Hanya di daerah tengkuk untuk meringankan ketegangan yang timbul. Mata semakin tak bisa bertahan karena terkena cahaya. Saya pun memutuskan tidur dan berharap musuh juga mundur.

Esoknya serangan itu berkurang tekanannya. Tapi rupanya musuh ini belum menyerah. Mereka kembali melancarkan serangan di pertengahan hari, bahkan dengan serangan yang lebih hebat. Alhasil, hingga jam pulang tiba saya tak lagi bisa berkonsentrasi dengan pekerjaan. Saya pun teringat bahwa salah satu ritual pengusir migrain tidak saya lakukan semalam. Sudah menjadi sugesti, apabila hal itu luput saya lakukan saat migrain menyerang, dalam beberapa hari pasti akan ada serangan berikutnya.

Begitu waktu berbuka tiba saya mengulangi ritual hari sebelumnya ditambah salah satu hal penting yang terlupa.

1. makan dulu lah...
2. minum sebutir aspirin
3. minum kopi tubruk    <<=== ini dia yang terlewat!
4. kerokan di daerah tengkuk
5. tidur dalam gelap

Alhamdulillah, esok paginya saya bangun dalam kondisi segar tanpa sedikitpun sisa-sisa migrain. Harus diperhatikan, tips ini mungkin tak bekerja dengan cara yang sama pada orang yang berbeda mengingat ada dua bahan yang seharusnya tidak boleh dikonsumsi dalam waktu bersamaan (aspirin dan kafein). But they've done the best to me! :D

Catatan: silakan mampir ke sini dan ke sini untuk mengetahui lebih banyak tentang migrain dan aspirin.

Wednesday, September 2, 2009

Laporan Gempa dari Ridwan Rais

Saya baru saja merasakan getaran aneh ketika salah satu rekan di ruangan berteriak "GEMPAAAA...!" Mengira ini hanya berlangsung sekejap, kami masih menimbang-nimbang apakah akan tetap tinggal di ruangan atau mengevakuasi diri keluar gedung. Bukannya mereda, goncangan justru makin terasa. Sebagian teman langsung lari keluar ruangan. Kami yang masih berada di ruangan segera merapat ke dinding. Lafaz dzikir mengalir dari bibir kami. Saya pun pasrah, menyerahkan segalanya kepada Yang Di Atas. Di sini, di lantai 14 ini, guncangan serasa hampir membuat gedung ini runtuh. Lutut lemas. Setengah mati berusah menahan agar air mata tak mengalir. Saya masih merapat ke dinding. Saat guncangan reda kami langsung menyambar tas dan keluar ruangan karena takut terjadi gempa susulan. Sejenak ragu, kami akhirnya memberanikan diri menggunakan lift daripada turun melalui tangga darurat. Alhamdulillah tak ada insiden apapun dan kami bergabung dengan seluruh penghuni gedung berlantai 16 ini.


Beginilah suasana di depan gedung tak lama setelah saya berhasil menenangkan diri. Sebuah pesan singkat masuk, dari Arin, yang mengabarkan bahwa Tegal juga diguncang gempa. Ternyata gempa yang lumayan dahsyat ini berpusat di sebelah barat daya Tasikmalaya di kedalaman 30m. 7.3 skala Richter kekuatannya. Nyaris seluruh Pulau Jawa merasakan efek dari gempa ini. Allahu Akbar.

Kami baru berani masuk gedung setengah jam kemudian, itupun hanya di lantai 1 sembari melihat liputan mengenai gempa di televisi. Saya kembali ke ruangan di lantai 14 untuk mengambil jaket dan mengirim file yang baru saya selesaikan sesaat sebelum gempa. Ternyata di beberapa bagian terdapat sedikit kerusakan akibat gempa, antara lain di dekat ruang tamu dan di tengah-tengah ruangan. Retakan dinding menjalar dari langit-langit hingga lantai. Ini patut dipertanyakan karena gedung ini belum genap berumur satu tahun. Baru mulai digunakan awal Desember tahun lalu dan baru diresmikan penggunaannya bulan Maret tahun ini. Kalau kondisi bangunan rawan seperti ini bagaimana kami bisa tenang bekerja dan menggali potensi penerimaan sementara nyawa kami jadi taruhannya???

Harusnya para petinggi itu tak hanya menekan kami dengan permintaan yang selalu berubah tiap saat, dengan target yang nyaris di awang-awang tapi harus dicapai, dengan segala tetek bengek laporan ABS. Sementara timbal baliknya? Nyaris tak ada. Hanya tunjangan berdasarkan renumerasi saja yang membuat kami bertahan. Mbok yo keselamatan kami juga dijamin... Anggaran untuk proyek pembangunan mbok yo jangan di-tilep juga. :D