Thursday, October 30, 2008

Bawa Bekal Apa Hari Ini?

Semenjak didiagnosa menderita gejala tipes beberapa waktu lalu, setiap hari saia membawa bekal makanan yang tidak merangsang pencernaan. Tanpa cabai, tanpa merica. Benar-benar menu yang sangat tidak menarik untuk dinikmati. Tapi apa boleh buat... Untuk sementara ini saia terpaksa menghindari makanan yang pedas dan asam, yah paling tidak sampai minggu depan. Ini saia lakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, gejala demam tifoid itu datang lagi. Oh no...

Menu bekal harian tidak jauh-jauh dari sawi, labu siam, bayam, kacang panjang atau pokcoy. Lauknya pun hanya seputar ayam, ikan, udang atau telur ayam kampung. Ditambah susu bear brand, apel serta camilan seperti brownies, muffin, atau roti. Hehehe, lumayan banyak kan bekalnya? Maklumlah dalam masa pertumbuhan... eh penyembuhan.


Hari ini seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada cabai dan merica dalam bumbu makanan yang menjadi bekal sarapan dan makan siang. Nasi tim, tumis labu siam plus wortel dan sedikit udang, ditambah ayam goreng. Enak?? Jelas lah... siapa dulu yang masak. Tapi ya itu tadi, ada yang kurang pas karena tidak ada cabai atau merica. Kali ini hanya ada tambahan apel dan dua potong wingko babat. Alhamdulillah susu bear brandnya sudah habis kemarin. Mudah-mudahan gak ada lagi teman yang bawain susu bear brand atau susu merek lain. It's enough...

Kadang sampai menelan ludah saat melihat teman di kubikel sebelah sedang makan nasi padang, soto ayam komplit dengan sambelnya, ayam bakar plus sambel juga... Hiks.
Paling sering membayangkan lezatnya ikan patin bakar bambu yang hanya bisa dinikmati di RM. Kalimantan, Cimanggis. Hemmm... Yummy!!!

Wednesday, October 29, 2008

Persiapan Jakarta Menghadapi Musim Penghujan

Beberapa hari ini Jakarta diguyur hujan. Kadang tengah malam, kadang pagi buta, kadang siang, kadang menjelang sore, dan sempat juga di saat jam pulang kerja. Seperti hari ini, pas bangun menjelang waktu shubuh, lagi-lagi ibu kota tercinta diguyur hujan yang cukup deras. Alhamdulillah pas jam berangkat kantor hujan sudah mereda dan menyisakan gerimis kecil yang masih memaksa saia mengenakan jas hujan.

Musim penghujan rupanya sudah mulai melakukan kunjungan rutinnya. Masih lekat dalam ingatan saia, banjir di awal tahun 2007 yang merendam sebagian besar wilayah Jakarta dan nyaris melumpuhkan semua aktivitas masyarakat.

Saat itu orang-orang yang berkuasa di negeri ini sibuk mencari kambing hitam (padahal itu kambing lagi pada asyik nongkrong di pasar kambing di Tanah Abang). Pejabat A bilang, banjir terjadi karena curah hujan yg terlalu tinggi dan kurangnya daerah resapan di kawasan hulu sehingga air dari sana mengalir semua tanpa hambatan ke hilir (Jakarta). Maksudnya sih mau menyalahkan Pemkot Bogor, tapi gak berani ngomong langsung tuh….
Pejabat B bilang, banjir karena pengaruh bulan purnama yang membuat air laut pasang jadi itu air balik lagi ke daratan. Kalau yang ini mau menyalahkan Tuhan kali yaaa, kan yang bikin bulan purnama cuma Tuhan yang bisa.
Kata Pejabat C, banjir karena siklus banjir 5 tahunan . Okelah 5 tahun yang lalu -2002- memang banjir bandang melanda Jakarta, tapi apa 5 tahun sebelumnya dan sebelumnya lagi ada banjir bandang juga?
Pejabat yang lain lagi bilang, banjir dikarenakan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) belum selesai. Yah, kita buktikan saja nanti kalau BKT sudah jadi, apa benar Jakarta tidak lagi kebanjiran.
Yang paling tragis itu komentar yang keluar dari mulut manis seorang pengusaha yang juga menjabat sebagai menteri dalam kabinet SBY. Waktu itu dia bilang supaya media tidak membesar-besarkan berita tentang banjir karena para pengungsi korban masih bisa tertawa. Yaiyalah..., apa sih yang bisa dilakukan rakyat kecil kecuali menertawakan nasib yang terus menerus tidak berpihak kpd mereka.
Ini hanya beberapa contoh dari komentar-komentar aneh yang keluar dari orang-orang yang berkuasa waktu itu.

Tapi kini ada yang sedikit berubah. Pemerintah DKI Jakarta dan Pemkot seluruh DKI Jakarta rupanya mulai berbenah diri menghadapi musim penghujan tahun ini. Beberapa minggu yang lalu Kali Grogol yang antara lain membelah Kel. Kemanggisan (yang melintas tidak jauh dari tempat saia tinggal) mulai dikeruk. Tadinya saia sempat pesimis, pasti sama saja dengan tahun kemarin saat kali tersebut dikeruk tetapi timbunan hasil kerukan tersebut teronggok di salah satu sisi kali dan lambat laun terkikis oleh hujan serta air yang mengalir di kali tersebut. Tapi ternyata dugaan saia salah. Hari berikutnya timbunan itu telah menghilang dari tempatnya dan Kali Grogol pun siap mengalirkan air di musim penghujan kali ini.
Hal yang sama juga saia lihat di Banjir Kanal Barat yang melintas di bawah Jembatan Jati Bunder, Tanah Abang, yang setiap sore saia lewati. Sungai itu nampak bersih dari timbunan sampah. Saia ingat awal tahun lalu daerah di pinggiran Banjir Kanal Barat di Tanah Abang hampir seluruhnya terendam air. Semoga hal itu tidak lagi terulang.
Di sebuah jalan kecil di Kemanggisan, Jalah H. Saili, yang setiap pagi saia lewati, beberapa waktu lalu di suatu pagi ada sesuatu yang menghambat para pengguna jalan ini. Di sebelah kanan dan kiri sepanjang jalan yang diapit dua selokan ini nampak berkarung-karung hasil pembersihan selokan. Esoknya karung-karung tersebut sudah tidak ada lagi dan Jalan H. Saili kembali lancar ditambah lagi selokan di kanan dan kirinya telah bersih dari sampah dan tanah.
Dari layar televisi saia sempat menyaksikan suatu liputan tentang pengerukan Kali Ciliwung di dekat Pintu Air Manggarai yang selalu dipenuhi timbunan sampah.

Yah, mudah-mudahan kerja keras Pemerintah ini didukung penuh oleh masyarakat. Selokan dan kali yang sudah bersih itu tidak lagi dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga sehingga debit air yang bertambah saat musim penghujan bisa disalurkan dengan baik oleh selokan-selokan dan kali-kali tersebut.

Friday, October 24, 2008

Oleh-oleh dari Ladies Class Terakhir

Geli dan terharu. Itulah perasaan yang berkecamuk saat saia membuka lembar demi lembar kertas berukuran sekitar 7x7 cm. Ada dua puluh lembar totalnya. Lembaran-lembaran ini dimasukkan dalam amplop kecil yang di depannya bertuliskan nama saia. Inilah oleh-oleh dari kelas public speaking yang terakhir. Ladies class ini terpaksa dihentikan karena kebetulan arisan yang mendompleng acara ini sudah selesai dan kami mengantisipasi perkenan dari kepala kantor yang baru. Jadi sambil melihat situasi dan kondisi, kelas ini ditutup untuk waktu yang tidak ditentukan.

Dari kelas terakhir kemarin, Mbak Iis mempresentasikan tentang Ikebana, seni merangkai bunga dari Jepang. Kami juga praktek merangkai bunga, tapi bukan Ikebana karena Mbak Iis tidak sempat mempersiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan. Saat teman-teman heboh merangkai bunga, saia cuma bisa duduk manis melihat kehebohan mereka. Waktu itu masih lemah, letih dan lesu. Hari ke-2 kembali ke kantor setelah terkapar beberapa hari.Sesi berikutnya diisi permainan oleh Mbak Jessy. Permainan inilah yang akhirnya memberi kami oleh-oleh berupa amplop berisi lembaran-lembaran kecil. Inti dari permainan ini adalah bagaimana kesan kita terhadap setiap teman. Kesan itu kita tulis dalam lembaran kecil berukuran sekitar 7x7 cm. Satu lembar untuk satu orang. Kesan yang ditulis boleh lebih dari satu.Dengan berdebar-debar saia baca satu per satu lembaran-lembaran itu. Tebakan saia, pasti banyak yang menulis saia itu jutek, galak, tidak ramah, dan sejenisnya.

Ternyata...

jeng..jeng..jeng.. (scoring pake musiknya Howard Shore)


Setelah melalui proses editing, ada sebagian tidak ditampilkan, inilah hasilnya:

Rajin, pintar, kreatif = 12 suara (jadi terharu niy... qiqiqiqiqi...)
Mandiri, percaya diri = 3 suara (makin melayang deh...)
Pendiam = 6 suara (ini yang bikin ngakak... ternyata banyak juga yang menganggap saia pendiam)
Suka menyendiri = 3 suara (yang ini bener banget)
Galak, jutek, terlalu lugas = 5 suara (hahaha... gak separah yang saia sangka! Kirain sebagian besar bakal nulis ini)

Tidak setuju dengan hasil ini? Mau protes? Ayo.. ayo.. ayo... dibuka complaint center kok. Tapi tidak menjamin bakal ada perubahan signifikan. Lha wong dari sononya udah gitu... susah ngerubahnya.

Sayang sekali kelas public speaking ini mesti berhenti padahal saia merasakan banyak manfaat dari kelas ini. Mulai dari belajar ngomong di depan umum, belajar ngomong in English, sampai pengetahuan yang didapat dari para penyaji. Tiap penyaji dibebaskan memilih topik yang akan dibahas. Penyajiannya juga boleh memilih apakah akan disajikan dalam Bahasa atau in English. Mudah-mudahan kepala kantor yang baru mengizinkan kami mencuri sedikit jam kerja untuk kelas public speaking tiap dua minggu (pas cowok-cowok pada sholat Jumat) seperti yang selama ini berjalan. Yah, minimal pertemuan ini bisa menambah rasa percaya diri untuk berbicara di depan umum.

Wednesday, October 22, 2008

Typhoid Fever atau Demam Tifoid

Mungkin sebagian dari kita tidak familiar dengan mahluk ini, typhoid fever alias demam tifoid. Masyarakat awam mengenalnya dengan nama typhus atau tipes. Demam tifoid adalah demam yang timbul akibat infeksi akut di usus kecil yang disebabkan bakteri salmonella, yaitu salmonella typhi dan salmonella paratyphi. Bakteri ini masuk ke tubuh melalui makanan dan minuman yang tercemar. Gejala awalnya adalah demam yang sangat tinggi 39-40C yang biasanya terjadi sore hari, diikuti sakit kepala, lidah kotor, hilang napsu makan, mual dan muntah, bahkan diare. Uji laboratorium untuk mendiagnosa infeksi ini adalah melalui tes widal. Hasil di atas 1/200 merupakan indikasi positif bahwa penderita terpapar bakteri salmonella. Biasanya baru diketahui setelah minggu ke-2.

Pengobatan bagi penderita demam tifoid adalah istirahat dan diet. Maksud diet di sini adalah pengaturan makanan rendah serat agar kerja usus tidak berat. Penderita juga diberikan antibiotik seperti chloramphenicol, ampicillin/amoxicillin dan ciprofloxacin.
Untuk pencegahannya dapat dilakukan dengan peningkatan higienitas dan sanitasi, juga menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar salmonella. Pencegahan juga dapat dilakukan melalui vaksin yang diinaktivasi (secara injeksi) atau vaksin yang dilemahkan (secara oral). Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, dan hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat di mana demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.
..::dari berbagai sumber::..

Minggu (12/10/08) pagi, bangun dengan kepala sangat berat. Akhirnya dengan sedikit memaksakan diri bangkit dari tempat tidur dan mandi. Sarapan seadanya. Hampir muntah karena perut mulai mual. Menjelang siang suhu badan mulai naik, pas dicek ternyata sudah lebih dari 38C. Sekitar jam 4 sore dengan sangat memaksakan diri mengeluarkan motor dari kandang menuju Slipi Jaya. Ke ATM. Ke Giant. Cuma beli Pocari Sweat (2), Susu Bear Brand (2), Sari Kacang Hijau (2), Buavita Jambu (2), Pisang cavendish dan Regal Marie Biscuits. Gemeteran. Keringat dingin. Limbung. Mampir beli bubur ayam.
Lidah hanya bisa mengecap satu rasa, pahit. Hanya berhasil memasukkan beberapa sendok bubur ayam hangat. Padahal ini bubur ayam yang enak banget, mana mahal pula. Itu bubur akhirnya dikirim ke tempat sampah. Minum sumagesic, obat penurun panas.
Tidur gelisah, tiap setengah jam terbangun. Suhu badan makin panas. Kompres air dingin. Minum Pocari Sweat. Lebih dari 39C. Sapu tangan yang buat ngompres kering. Kompres lagi.
Senin (13/10/08) kondisi badan masih tidak berubah. Panas. Lemas. Mual. Kepala berat. Ke kantor naik taksi. Minta tolong Mbak Iis mesanin bubur ayam di kantin, bubur doang dink... gak pake tambahan apa pun. Hanya makan beberapa sendok. Minum sumagesic lagi. Sms Rina minta tolong ditemenin ke dokter. Gak ada balasan. Ke masjid lantai 6. Tiduran. Suhu badan 39.6C. Masih belum ada balasan sms dari Rina. Sms Mbak Pit minta anter ke dokter. Telepon masuk. Dari Rina. Dia siap nganterin ke dokter. Lemas. Kepala berat. Sepuluh menit berlalu. Telepon masuk. Rina lagi. Ke ruangan ngambil tas. Ke ruangan Rina.
Naik angkot ke Bendungan Hilir. RSAL Dr. Mintohardjo. Daftar. Langsung ke Poliklinik Umum. Ketemu dr. Mulia. Ke laboratorium buat diambil sampel darah. Nunggu hasil tes darah. 1 jam berlalu. Tes darah rutin (leukosit, haemoglobin dll) sudah kelar. Tes widal belum. Hampir 2 jam akhirnya hasil tes widal kelar juga. Ketemu dr. Mulia lagi. ”Benar panasnya baru sehari?” Dr. Mulia seolah tak percaya sambil melihat hasil laboratorium. Typhusnya positif. 1/190. Tapi tidak menutup kemungkinan DBD (Demam Berdarah Dengue). Kalau dalam 2 hari masih mual, harus balik buat cek darah lagi. Ke apotik. Makan soto kwali di depan RS. Langsung balik ke kos naik taksi, Rina balik ke kantor.
Suhu badan tinggi. Kepala berat. Mual. Minum obat. Tidur. Sore makan bubur ayam (lagi...!). Lidah masih hanya bisa mengecap satu rasa, pahit. Esok paginya, Selasa (14/10/08) makan bubur ayam (lagi-lagi...!). Buat nasi tim. Masak sayur bayam bening. Goreng tempe. Makan siang. Teman-teman kantor datang bawa macem-macem. Susu Bear Brand. Apel. Pepaya. Bayam merah. Labu siam. Telur ayam kampung. Jus alpukat 2 gelas. Bubur kacang hijau. Suhu badan mulai turun, 38C.
Rabu (15/10/08) suhu badan mulai mendekati normal, 37.5C. Kepala masih berat. Perut masih mual. Lemas. Limbung. Mbak Puji bikinin sup krim. Hemmm, yummy... awalnya. Lama-kelamaan eneg juga. Sorenya suhu badan udah 37C. Masak air untuk mandi. Mandi dan keramas. Ah, segarnya... setelah berhari-hari gak mandi!
Kamis (16/10/08) ke kantor naik taksi. Cuma duduk di depan komputer seharian. Kepala masih berat. Perut masih mual. Pulang kantor naik taksi bareng Rina ma Bu Lia.
Jumat (17/10/08) masih seperti hari sebelumnya.
Sabtu (18/10/08) malam Ketty datang. Hari Minggu pagi dia beliin bubur ayam buat sarapan. Nyuciin baju juga, hehehe... Minggu sore ke Giant, belanja sayuran, telur ayam kampung, tahu, udang dan ikan. Juga susu Bear Brand. Naik ojek bolak balik.
Minggu ini sudah lebih baik. Kepala udah gak berat lagi. Perut udah gak mual. Lidah sudah mengecap rasa manis dan asin. Tapi kalo berdiri lama dikit udah langsung capek. Jalan dikit udah ngos-ngosan. Belum berani naik tangga dari lantai 1 ke lantai 4 seperti hari-hari normal. Ke masjid juga masih naik lift. Belum berani bawa motor. Baru kemarin mulai naik angkot pergi dan pulang kantor. Ngos-ngosan juga. Tapi gak boleh dimanja terus-terusan. Boros kalo tiap hari naik taksi, 50 ribu melayang! Lagi pula kalo gak cepet pulih bakal terus minum susu Bear Brand, hal yang dengan sangat terpaksa dilakukan, meskipun tiap minum harus pake sedotan en makan sesuatu buat ngilangin rasa eneg.
Kemarin lusa ada komentar dari Pak Nanang, ”Belum kedengeran suara tawa khasnya, berarti belum sembuh dong...” Hehehe, bisa aja si bos ini.

Yang bikin heran, kenapa saia terinfeksi salmonella. Dari mana? Padahal selama ini selalu berusaha hidup sehat dan bersih. Tiap hari masak sendiri. Hampir gak pernah jajan. Higienitas jelas lebih terjaga. Rajin cuci tangan pula. Tapi tetep aja itu bakteri masuk ke tubuh. Yah, mudah-mudahan ini yang terakhir deh. Jangan lagi-lagi sakit kek gini. Merana. Apalagi anak kost. Semuanya mesti dilakukan sendiri. Hiks.

Wednesday, October 15, 2008

Pengumuman Gak Penting...

Yg punya blog lg terkapar, smntr wkt blog ini bakal sepi tulisan...
Terima kasih buat yg setia brkunjung ksni.

Friday, October 10, 2008

Emas VOC, benarkah ada di sini?

Rahasia Meede: Misteri Harta Karun VOC
E. S. Ito
Penerbit Hikmah (Mizan Pustaka)
Cetakan I, September 2007
671 hal.

Batu Noah Gultom, jurnalis muda dari Indonesiaraya, ditugaskan terbang ke pedalaman Papua untuk memastikan identitas jenazah yang disinyalir sebagai korban keempat dari rangkaian pembunuhan yang mengusung Tujuh Dosa Sosial yang dicetuskan Mahatma Gandhi. Semua korban pembunuhan ditemukan di kota yang berawalan huruf B, dan kali ini adalah Boven Digoel.

Robert, Rafael, dan Erick adalah tiga peneliti yang dikirim sebuah yayasan di Belanda, De Oud Batavie, untuk menelusuri jejak De Ondergronde Stad, kota bawah tanah yang dibangun pada masa keemasan VOC di Jakarta. Mereka memulainya dari kota tua hingga akhirnya sebuah petunjuk menuntun mereka untuk melakukan pencarian dari Museum Sejarah Jakarta alias Museum Fatahillah. Di bawah museum ini ketiganya bukan menemukan kota yang mereka cari tetapi sebuah terowongan yang mengarah ke utara dan selatan. Dugaan mereka, ujung utara terowongan ini adalah pelabuhan Sunda Kelapa dan ujung selatan adalah Istana Negara.

Cathleen Zwinckel datang dari Amsterdam ke Jakarta untuk melakukan penelitian yang menunjang tesis yang sedang digarapnya mengenai ekonomi kolonial. Oleh Prof. Huygens, pembimbingnya di Univ. Leiden, dia dititipkan di Center for Strategic Affair (CSA) yang dipimpin Suryo Lelono. Dia dan Lusi, koleganya di CSA, berjalan-jalan ke Gereja Sion dan melanjutkan perjalanan mereka ke Sunda Kelapa. Itulah saat terakhir mereka terlihat di Jakarta. Saat dia kembali menginjak tanah, dia berada di antara keramaian upacara Cuci Parigi entah di mana. Upacara yang seharusnya dilakukan setiap lima tahun tetapi kali ini dilangsungkan lebih cepat karena sesosok mayat ditemukan di sumur itu, korban kelima pembunuhan Gandhi.

Kalek alias Attar Malaka, penggerak Anarki Nusantara yang dituduh menjadi dalang peristiwa berdarah di tahun 2002. Dia dikabarkan meninggal dunia dalam suatu kecelakaan lalu lintas. Tapi dia terlihat segar bugar saat menemui Cathleen di Banda Neira.

Di antara koleganya dia dikenal dengan nama Lalat Merah. Suryo Lelono memanggilnya untuk mengendus jejak Cathleen dan Lusi. Roni Damhuri namanya. Seorang agen intelijen muda dari satuan Satya Yudha Kopassus. Dia ditugaskan untuk meringkus Kalek, sahabatnya saat mengenyam pendidikan di SMA Taruna Nusantara. Lalat Merah alias Roni Damhuri harus memilih salah satu di antara keduanya saat menemukan mereka, Cathleen atau Kalek.

Guru Uban, seorang pendongeng sejarah yang bisa membuat seluruh isi kelas terpana mendengarkan kisah-kisah masa lalu yang keluar dari bibirnya. Kisah-kisah yang biasanya mengantarkan orang ke alam mimpi karena terkantuk-kantuk. Tapi caranya berbeda. Ini karena dia prihatin dengan anak-anak didiknya.

Sebuah thriller sejarah yang menggabungkan fakta dan fiksi, mirip dengan gaya Dan Brown saat menulis Angles and Demons, yang cukup membuat penasaran untuk terus membuka lembar demi lembar hingga halaman terakhir. Awalnya agak membingungkan karena cerita terpenggal-penggal menyorot beberapa tokoh di dalamnya. Cerita menjadi semakin menarik saat identitas tokoh-tokoh ini mulai terkuak dan terkait. Di lengkapi dengan data-data seputar dokumen yang hilang dari Konferensi Meja Bundar serta tabir yang menyelimuti disetujuinya kompensasi yang sangat tidak masuk akal dari konferensi ini oleh delegasi Moh. Hatta, meski data-data tersebut masih diperdebatkan. Puncaknya adalah saat terkuak rahasia Meede, putri Pieter Erberveld Jr., yang tidak diketahui nasibnya setelah ayahnya tewas. Pieter Erberveld Jr. adalah anak dari Pieter Erberveld, salah satu anggota Monsterverbond, kelompok yang disinyalir mengendalikan VOC karena memegang monopoli perdagangan emas.

Banyak sekali cerita sejarah yang baru saia ketahui setelah membaca novel ini. Sepertinya E.S. Ito melakukan penelitian yang sangat detail tentang simpang siur keberadaan dokumen yang hilang itu. Yah, meski terkadang merasa bosan saat menemukan bagian yang membahas sejarah kolonial, saia cukup terhibur dengan novel ini. Kita tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah, meski beberapa tebakan saia ternyata benar, hingga akhir kisah ini. Satu lagi yang menarik, penggambaran suku di pedalaman Mentawai serta adat yang masih mereka pegang erat, upacara Cuci Parigi di Banda, indahnya alam Papua dan Banda, membuat kita semakin mencintai Indonesia. Tetapi sindiran-sindiran tentang sifat orang-orang Indonesia yang bodoh, pemalas, gampang disuap, dll. membuat kita miris karena memang itulah kondisi yang sebenarnya.

Peta yang disertakan di halaman awal menurut saia kurang memadai untuk mengikuti pencarian harta karun ini. Saia suka membaca peta jadi apabila ada novel yang menyertakan gambar peta saia selalu mengamati gambar tersebut apabila dalam novel disebutkan tempat yang baru. Seperti saat saia membaca Angels and Demons – Dan Brown, Trilogi The Lord of The Ring – J. R. R. Tolkien, Eragon dan Eldest (dua bagian pertama dari Trilogi Inheritance) – Christopher Paolini. Kebiasaan ini tidak terulang saat membaca Rahasia Meede. Penggambaran tentang bangunan-bangunan di kota tua juga kurang memberikan pencerahan bagi saia yang hanya sepintas mengetahui kondisi di sana.

Overall, novel ini memperoleh nilai 7.5/10. Berhubung saia belum membaca karya E. S. Ito sebelumnya, Negara Kelima, saia tidak bisa membandingkan kedua karya tersebut.

Catatan: seandainya emas peninggalan VOC itu benar-benar ada, mungkin bisa membantu negeri ini terhindar dari pengaruh krisis ekonomi global saat ini, bahkan menjadi negeri terkuat di dunia karena mempunyai cadangan emas paling banyak, hehehe.... (harga emas dunia naik nih, gara-gara pasar modal dan pasar uang sedang rontok karena imbas krisis)


Wednesday, October 8, 2008

Yang Beda di Lebaran Kali Ini

- Perjuangan mencari tiket kereta api -
Beberapa hari menjelang Ramadhan, semua media massa mengabarkan sulitnya mencari tiket kereta api untuk mudik Lebaran khususnya untuk tanggal-tanggal yang diperkirakan menjadi puncak arus mudik. Tahun lalu (2007), tiga puluh hari sebelum hari keberangkatan, saia ke Stasiun Tanah Abang pagi-pagi setelah setor sidik jari di kantor. Sempat kaget waktu lihat antrian yang mengular hingga lebih dari lima belas meter tapi terpaksa ikut ngantri juga. Padahal tahun sebelumnya (2006) tidak ada antrian mengular seperti itu. Tidak sampai sepuluh orang yang mengantri di depan loket pemesanan tiket Stasiun Tanah Abang. Mungkin karena orang-orang sudah tahu kalau tiket dapat dibeli di beberapa stasiun yang on-line. Sekitar sepuluh menit kemudian saia bertemu dengan teman kantor yang lebih dulu mengantri beberapa meter di depan. Dia bersedia membelikan tiket untuk saia dan saia langsung balik ke kantor, hehehe…

Alhamdulillah berhasil dapat tiket meski terpaksa pulang cepat dari kantor saat hari keberangkatan karena jadwal kereta jam setengah sebelas pagi.
Akhirnya, daripada kecewa karena sudah capek antri tetapi kehabisan tiket, saia menghubungi orang-orang di rumah untuk mencarikan tiket dari Stasiun Tegal. Beberapa waktu lalu saia juga pernah memesan dari sana saat musim liburan. Alhamdulillah, tetangga Om Ashari yang berdinas di Stasiun Tegal berhasil mendapatkan tiket Argo Sindoro untuk saia dan Taksaka Pagi untuk Ketty. Mungkin kongkalikong seperti ini salah satu penyebab tiket kereta ludes dalam waktu kurang dari sepuluh menit setelah loket pemesanan dibuka. Ah, peduli amat… yang penting bisa mudik dengan tenang, hehehe….

- Nasi kuning atau nasi merah? –
Idul Fitri 1429H jatuh pada 1 Oktober 2008. Ini bertepatan dengan hari lahir Adi, adik saia yang paling ganteng karena dia satu-satunya saudara laki-laki saia. Kami (baca: ibu dan saia) memutuskan untuk membuat nasi kuning di lebaran kali ini. Tapi ibu juga pingin tetep ada opor ayam yang jadi ciri khas lebaran. Akhirnya opor ayam (dengan lontong yang dibeli di pasar) dijadikan menu buku puasa di hari terakhir Ramadhan.
Sebelum subuh Idul Fitri semua lauk pelengkap nasi kuning sudah siap, tinggal nasinya yang belum di masak. Ini sih bagian ibu, saia sih gak berani masaknya. Waktu nasi mulai diaron, ibu bilang ini warnanya terlalu kuning. Gak papa lah, kata saia. Ternyata, setelah nasi matang warnanya berubah jadi merah! Mirip nasi beras merah gitu. Ibu langsung sedih gitu. Pas saia icip-icip, rasanya lezat kok… sama seperti nasi kuning yang biasa ibu bikin.

- Anak-anak “Laskar Pelangi” -
Ini bukan anak-anak dari film Laskar Pelangi yang dirilis beberapa hari sebelum lebaran. Ini adalah sebutan yang diberikan Arin untuk anak-anak di lingkungan rumah kami. Baru empat belas bulan keluarga kami tinggal di daerah ini, Gang Pelangi. Meski namanya gang, jalan di depan rumah cukup untuk lewat dua mobil, sudah diaspal hotmix pula! Hanya ada enam rumah di gang ini, sisanya masih berupa kapling tanah. Nah, dari rumah yang tidak banyak inilah terkumpul anak-anak Laskar Pelangi. Ada Lia, anak laki-laki ini baru kelas 2 SD tapi badannya gede banget. Icham, seumuran Lia dengan badan yang lebih gendut tapi lebih pendek. Kemudian ada Adi dan Atmi, kedua kakak beradik ini sempat membuat Adi (adik saia) terpana karena warna kulitnya yang terbakar matahari. Yang terakhir adalah Ozan, baru tujuh bulan tetapi jadi kesayangan anak-anak di sini karena gendut, lucu, dan bikin gemes. Personil temporer Laskar Pelangi adalah Hazza, keponakan saia yang tinggal di Purwakarta dan hanya mudik dua kali dalam setahun.
Beberapa kali Hazza dimarahi oleh ibunya (Mbak Mila) karena main-main dengan korek api. Selidik punya selidik, ternyata anak-anak Laskar Pelangi selalu “njajan” korek api di warung karena mereka dilarang main petasan. Korek api itu dinyalakan kemudian dilempar ke atas layaknya petasan. Haduhhhhh… serem amat yak mainan anak-anak ini!

- Hotel Dewadaru -
Di hari ke-3 lebaran bapak dan saia sepakat membawa ibu ke tempat ini. Sejak seminggu sebelum lebaran ibu terpapar virus influenza, batuk dan pilek. Batuk ibu semakin menjadi saat mendekati lebaran. Waktu itu saia sudah melarang ibu untuk masak macem-macem (nasi kuning dan kawan-kawan) melihat kondisi beliau yang makin turun. Mungkin yang namanya ibu, pasti pinginnya masak macem-macem saat anak-anak ngumpul semua. Akhirnya ya itu tadi, nasi kuning or nasi merah berhasil dibuat. Tapi saat lebaran tiba kondisi ibu makin drop. Kalau biasanya keluarga besar dari bapak berkumpul di rumah Mbah Jaleha sekitar jam 10an, lebaran kali ini kami tidak bisa menghadirinya. Kami baru ke rumah Mbah sore harinya, itu pun Arin tidak ikut karena menemani ibu di rumah. Esoknya kondisi ibu bukannya membaik tetapi malah makin turun karena beliau bersikeras menemani tamu-tamu yang datang. Saia meminta ibu untuk ke rumah sakit tapi beliau bilang gak apa-apa kok. Kata Arin, ibu udah mulai sesak napas, asmanya kambuh. Beliau juga kurang istirahat karena rumah yang selalu rame. Ditambah lagi nafsu makannya turun. Hari ke-3 lebaran, suhu badan ibu naik. Saia diminta membalur punggung beliau dengan minyak kayu putih yang dicampur jeruk nipis dan bawang merah. Ibu berkeras tidak mau ke rumah sakit meski akhirnya beliau menyerah waktu kami memaksa dan menyiapkan kebutuhan selama di rumah sakit. Dewadaru adalah ruangan tempat ibu dirawat. Alhamdulillah ibu diizinkan pulang kemarin sore setelah menginap di Dewadaru selama empat malam. Tetapi beliau harus bedrest selama beberapa minggu.

- Berita mengejutkan di TransCab –
Hampir jam 12 siang, sekitar 30 menit lebih lambat dari jadwal yang tercantum dalam tiket, Argo Sindoro yang saia naiki sampai juga di Stasiun Gambir. Saia langsung menuju halte di Medan Merdeka Timur untuk mencari taksi. Alhamdulillah belum satu menit saia berdiri di halte ada si orens TransCab kosong yang melintas. Ini kali kedua saia naik TransCab, taxi with tv cable. TV dinyalakan. Jempol saia berhenti menekan remote control ketika TV menampilkan saluran TVOne yang sedang mewartakan penghentian transaksi di Bursa Efek Indonesia mulai pukul 11.06 WIB hari ini karena IHSG terjun bebas lebih dari 10% hingga nyaris mendekati level 1.450! Saia terpana mengikuti berita ini. Kabarnya hal ini dikarenakan para investor asing melepaskan sahamnya karena khawatir dengan krisis keuangan yang melanda Amerika dan berimbas ke negara lainnya. Ah, akankan resesi yang dulu sempat melanda negeri ini akan terulang? I hope not.
Gara-gara serius melihat berita itu saia baru menyadari, sekitar 200 meter sebelum sampai kos, bahwa TransCab tidak lagi menggunakan tarif lama tetapi tarif bawah. Setelah dikonfirmasi ke pak supir ternyata mereka mengganti tarif setelah Express juga melakukan hal serupa tidak lama setelah Blue Bird menggunakan tarif tertinggi. Wah, mesti merogoh kocek lebih dalam nih kalau naik taksi.

Liburan usai sudah. Besok harus bertemu lagi dengan padatnya jalanan Jakarta dan kembali beraktivitas dengan rutinitas kantor.


Wednesday, October 1, 2008